MAY DAY (HARI BURUH)
Sejarah
Hari Buruh (May Day)
May Day lahir dari berbagai
rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak
industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan
perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa
Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan
jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik,
melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Pemogokan pertama kelas
pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja
Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan
juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19
sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya
jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Ada dua orang yang dianggap
telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang
pekerja mesin dari Paterson, New Jersey.
Pada tahun 1872,
McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam
kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para
pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang
lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan
masyarakat".
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis,
Missouri
dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu.
Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago,
dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of
Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja
menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan
para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di
setiap Senin
Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.
Pada tanggal 5 September
1882, parade
Hari Buruh pertama diadakan di kota New York
dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam
istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam
menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar
dan semua negara bagian merayakannya.
Pada 1887, Oregon
menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover
Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu
pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.
Kongres Internasional Pertama
diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan
dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi
delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan
National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan
umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi
landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu Mei ditetapkan sebagai
hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of
Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan
delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang
mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of
Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan
aksi buruh di Kanada
1872 , menuntut
delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
May Day Menjadi Peringatan Internasional
Pada tanggal 14 Juli pada peringatan 100 tahun
jatuhnya penjara Bastille, berkumpulah para pimpinan organisasi revolusi
Proletar dari berbagai penjuru di Paris, untuk sekali lagi membentuk Organisasi
Buruh Internasional, seperti apa yang pernah dilakukan 25 tahun sebelumnya oleh
guru besar mereka, Karl Marx. Pertemuan tersebut menjadi dasar apa yang
kemudian dikenal dengan pertemuan untuk kembali mendengarkan berita dari
delegasi Amerika untuk kedua kalinya, yang menjabarkan apa yang telah dicapai
dengan perjuangan pengurangan jam kerja 8 jam kerja sehari dalam kurun waktu
tahun 1884-1886 di Amerika, dan rencana untuk kembali menghidupkan kembali
agenda tersebut. Terinspirasi oleh pengalaman perjuangan para pekerja yang
terjadi di Amerika, kongres Paris mengeluarkan resolusi sebagai berikut:
Kongres akan mendorong untuk meng-organisasi
demonstrasi besar secara internasional, yang di setiap negara dan di setiap
kota dimana demonstrasi diadakan, massa yang bergemuruh akan menuntut satu
tujuan tuntutan pada pihak yang berwenang untuk menetapkan pengurangan jam
kerja menjadi 8 jam sehari, sejalan dengan tuntutan agenda lainnya yang kongres
Paris keluarkan. Karena demonstrasi serupa telah direncanakan untuk
dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1890, oleh American Federation of Labour di
konvensi yang diadakan di St. Louis, bulan Desember 1888, maka pada hari ini
kongres menetapkan hal yang serupa untuk dilaksanakannya demonstrasi secara
Internasional. Para pekerja di tiap-tiap negara diharuskan untuk segera
melakukan pengorganisasian persiapan demonstrasi tersebut sesuai dengan kondisi
dan situasi di tiap-tiap negara.
Klausul yang dikeluarkan kongres yang menyerukan
tiap-tiap organisasi untuk mempersiapkan demonstrasi disesuaikan dengan kondisi
dan situasi negara masing-masing, membuat banyak intepretasi yang berbeda oleh
beberapa delegasi, salah satunya adalah delegasi dari Inggris, yang menganggap
klausul itu sebagai sebuah kesempatan untuk mengartikannya; bahwa seruan
gerakan tersebut bukanlah sebuah keharusan bagi seluruh negara yang mengirimkan
delegasinya. Hal ini bisa terjadi karena dari awal semula saat pembentukan
Internasionalime kedua ada sebagian kubu yang menganggap bahwa, pertemuan
tersebut merupakan pertemuan sebatas konsultasi atau seputar pertukaran
informasi dan opini antar gerakan semata, bukan merupakan sebuah bentuk
organisasi sentral yang mempunyai kekuatan penuh mengontrol dan mengatur tetapi
hanya berkekuatan untuk menyelengarakan dan wewenangnya hanya sebatas selama
penyelengaraan kongres itu saja, tidak seperti yang Marx berusaha bangun pada
saat Internasionalisme pertama pada generasi sebelumnya, sebagai sebuah Partai
Revolusi Kaum Proletar Dunia. Ketika Engels menulis surat untuk salah satu
sahabatnya Serge pada tahun 1874, sesaat sebelum gerakan Internasionalisme
pertama dibubarkan di Amerika, “Saya pikir gerakan Internasionalisme
selanjutnya akan dibentuk sesuai dengan pikiran dan ajaran Marx, dan akan dikenal
lebih luas pada tahun-tahun ke depan, dan akan berwujud gerakan komunis
internasional murni”, sayangnya Dia tidak memperhitungkan (Engels -pentj.)
pada saat kebangkitan kembali dari gerakan Internasional akan ada elemen
reformis yang hadir atau menyusup dalam usaha pembangkitan pertemuan dan
organisasi tersebut kelak, dan memandang gerakan tersebut hanya sebagai sebuah
gerakan sukarela biasa atau voluntary federation of Socialist parties,
dan mereka tetap saling mandiri dan merdeka dan memiliki hukum dan peraturannya
sendiri bagi dirinya sendiri.
Walaupun demikian pelaksanaan May Day pada tahun
1890 terjadi di banyak negara Eropa, dan di Amerika sendiri Serikat Tukang Kayu
dan berbagai serikat pekerja bangunan turut serta dalam pemogokan umum untuk
kembali menuntut 8 jam kerja sehari yang telah direncanakan tersebut. Walaupun
terkendala oleh hukum pelarangan Sosialis di jerman, para pekerja di berbagai
kota industri di Jerman juga ikut menyelengarakan May Day, yang ditandai dengan
berbagai bentrok keras antar kaum buruh dan aparat kepolisian. Hal yang serupa
juga terjadi di berbagai ibukota dan kota-kota besar di Eropa lainnya, walaupun
pemerintah telah memberlakukan larangan terhadap mereka dan kepolisian juga
melakukan tindakan keras kepada mereka. Di Amerika Serikat, terutama di Chicago
dan New York demonstrasi mendapatkan kemajuan yang signifikan. Ribuan parade
buruh di jalanan terjadi untuk mendukung tuntutan 8 jam kerja; dan demonstrasi
tersebut ditutup dengan pertemuan raksasa terbuka di titik temu utama para
demonstran.
Pada kongres selanjutnya di Brussels pada tahun
1891, agenda awal dari gerakan May Day menuntut 8 jam kerja sehari kembali
masuk dalam agenda, tetapi juga untuk menunjang tuntutan buruh yang lain
seperti perbaikan kondisi kerja, dan terjaminnya perdamaian antar
bangsa-bangsa. Seruan yang diperbaharui tersebut menekankan pada nilai penting
terwujudnya “karakter kelas pada demonstrasi 1 Mei”, untuk memperjuangkan 8 jam
kerja sehari dan agenda perjuangan lainnya yang akan menuntun pada “mempergiat
perjuangan kelas”. Seruan resolusi tersebut juga menginginkan untuk penghentian
kerja atau mogok “pada saat apapun yang memungkinkan”. Karena selama ini tidak
ada keharusan untuk melakukan pemogokan pada peringatan 1 Mei, hal ini
dilakukan sebagai bagian usaha untuk memperluas skala dan mengkonsentrasikan
tujuan maupun massa aksi dari demonstasi. Massa buruh dari Inggris kembali
menunjukan sikap opportunisnya dengan menunjukan sikap menolak dari seruan
tersebut bahkan untuk mogok pada 1 Mei yang sama sekali tidak diharuskan, dan
bersama dengan kelompok Sosial Demokrat Jerman mengambil suara untuk menunda
aksi demonstrasi 1 Mei dan melaksanakannya pada hari Minggu setelah tanggal 1
Mei berlalu.
Slogan Politik dalam May Day
May Day menjadi momentum bersuara bagi kaum
proletar revolusioner internasional. Dari tuntutan awal untuk pengurangan jam
kerja 8 jam sehari ditambahkan berbagai slogan baru yang penting untuk
menyatukan dan memanggil kaum buruh untuk datang berkumpul dan berdemonstrasi.
Slogan-slogan tersebut antara lain: Solidaritas Kelas Pekerja Internasional;
Tujuan Bersama; Perang Melawan Perang; Melawan Penindasan Kolonial; Hak politik
dan Ekonomi bagi Organisasi Kelas Buruh.
Terahir kalinya polemik dari perdebatan lama yang
membahas dan mempertanyakan tentang May Day terjadi di kongres Amsterdam pada
tahun 1904. Setelah melakukan pembacaan seksama pada slogan-slogan yang
digunakan dalam demonstrasi dan membahas apa yang menjadi perhatian dengan
terungkapnya fakta, bahwa dibeberapa negara demonstrasi memperingati May Day
masih dilangsungkan pada hari Minggu setelah hari 1 Mei berlalu bukannya
dilangsungkan pada hari yang seharusnya (1 Mei -pentj.), kongres tersebut
menghasilkan kesimpulan:
Kongres Sosialis Internasional di Amsterdam
menyerukan kepada seluruh organisasi Social Demokratic Party (Partai Sosialis
Demokrat) dan serikat pekerja di seluruh negeri untuk melaksanakan demonstrasi
pada tanggal 1 Mei untuk memperjuangkan agenda legalnya 8 jam kerja, sebagai
tuntutan bersama kelas Proletar, dan untuk tercapainya perdamaian universal.
Cara yang paling efektif untuk melancarkan demonstrasi pada tanggal 1 Mei
adalah dengan berhenti bekerja. Oleh sebab itu Kongres menetapkan kewajiban
bagi badan dan organisasi Proletar dimanapun seluruh penjuru negeri untuk
melaksanakan aksi berhenti bekerja (bagi para anggotanya -pentj.) tepat pada
tanggal 1 Mei, dimanapun dimungkinkan dengan tanpa mengakibatkan hal-hal yang
dapat mencelakakan keselamatan para pekerja.
Ketika pembantaian para buruh yang sedang melakukan
pemogokan terjadi di tambang emas Lena Siberia di bulan April 1912, muncul
kembali perdebatan yang mempertanyakan pengerahan massa revolusioner Proletar
di Russia dalam menjawab seruan mogok pada hari 1 Mei, ini adalah tahun dimana
ratusan ribu kaum buruh di Russia mogok kerja dan turun ke jalan untuk melawan
tindakan keji tersebut, dengan sekian lama dibawah bayang-bayang kekalahan dari
Revolusi Russia pertama pada tahun 1905. Lenin menuliskan tentang May Day pada
tahun tersebut:
Pemogokan raksasa yang terjadi di bulan Mei
terjadi di seluruh Russia, dan demonstrasi jalanan yang terkait dengannya
(pembantaian -pentj.), pendeklarasian Revolusi, pidato-pidato revolusi di depan
massa buruh, terlihat jelas bahwa Russia sekali lagi memasuki periode situasi revolusioner.
Hari Buruh
di Indonesia
Indonesia
pada tahun 1920
juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini. Ibarruri Aidit (putri
sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan
Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula
peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada
peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan
istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua
Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.
Tapi sejak masa
pemerintahan Orde Baru
hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei
bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam
masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan
dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di
Indonesia.
Semasa Soeharto
berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif,
karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis.
Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang
sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip
antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan
menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru
berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak
dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa
gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan
kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day
tahun 1999
hingga 2006
tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh
yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi
malahan tindakan represif aparat keamanan
terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang
menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan
komunis.
2006
Aksi May Day 2006
terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta,
Lampung,
Makassar,
Malang,
Surabaya,
Medan,
Denpasar,
Bandung,
Semarang,
Samarinda,
Manado,
dan Batam.
Di Jakarta unjuk rasa
puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan,
dengan sasaran utama adalah Gedung
MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara
atau Istana Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di
Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi
di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi
(Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh.
Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang banyak merugikan kalangan buruh.
2007
Di Jakarta, ribuan
buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan.
Berbagai titik di Jakarta dipenuhi para pengunjuk rasa, seperti Kawasan Istana
Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Gedung Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker
dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia.
Di Yogyakarta,
ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen memenuhi Kota Yogyakarta.
Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa
berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos Yogyakarta. Di Solo, aksi dimulai dari
Perempatan Panggung yang dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran
Gladag sejauh 3 km untuk menggelar orasi lalu berbelok menuju Balaikota
Surakarta yang terletak beberapa ratus meter dari Gladag. Aksi serupa juga
digelar oleh dua ratusan buruh di Sukoharjo. Massa aksi tersebut mendatangi
Kantor Bupati dan Kantor DPRD Sukoharjo. Di Bandung,
para buruh melakukan aksi di Gedung Sate dan bergerak menuju Polda Jawa
Barat dan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa
Barat. Di Serang,
ruas jalan menuju Pandeglang, Banten, lumpuh sejak pukul 10.00 WIB. Sekitar
10.000 buruh yang tumplek di depan Gedung DPRD Banten memblokir Jalan Palima.
Di Semarang,
ribuan buruh berunjuk rasa secara bergelombang sejak pukul 10.00 WIB. Mengambil
start di depan Masjid Baiturrahman di Kawasan Simpang Lima, Kampus Undip
Pleburan, dan Bundaran Air Mancur di Jalan Pahlawan, lalu menuju gedung DPRD
Jawa Tengah. Sekitar 2 ribu buruh di kota Makassar
mengawali aksinya dengan berkumpul di simpang Tol Reformasi. Dari tempat
tersebut, mereka kemudian berjalan kaki menuju kantor Gubernur Sulsel Jl Urip
Sumoharjo. Di kota Palembang, aksi buruh dipusatkan di lapangan Monumen
Perjuangan Rakyat (Monpera). Di Sidoarjo, ratusan buruh yang melakukan aksi di Gedung DPRD
Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan buruh di Pekalongan
melakukan demo mengelilingi Kota Pekalongan. Aksi dimulai dari Alun-alun
Pekauman Kota Pekalongan, melewati jalur pantura di Jalan Hayam Wuruk, dan
berakhir di halaman Gedung DPRD Kota Pekalongan. Longmarch dilakukan sepanjang
sekitar enam kilometer. Di Medan, sekitar 5 ribu buruh mendatangi DPRD Sumut dan
Pengadilan Negeri Medan.
2008
Sekitar 20 ribu buruh
melakukan aksi longmarch menuju Istana Negara
pada peringatan May Day 2008 di Jakarta. Mereka berkumpul sejak pukul 10 pagi
di Bundaran Hotel Indonesia.
Sementara itu 187
aktivis Jaringan Anti Otoritarian dihadang dan ditangkap dengan tindakan
represif oleh personel Polres Jakarta Selatan seusai demonstrasi di depan Wisma
Bakrie, saat hendak bergabung menuju bundaran HI. Di Depok, 5 truk rombongan
buruh yang hendak menuju Jakarta ditahan personel Polres Depok. Di Medan,
polisi melarang aksi demonstrasi dengan alasan hari raya Kenaikan Isa Almasih. Aksi buruh di
Yogyakarta juga dihadang Forum Anti Komunis Indonesia.
Aksi ini dilakukan
oleh pelbagai organisasi buruh yang tergabung Aliansi Buruh Menggugat dan Front
Perjuangan Rakyat, serta diikuti berbagai serikat buruh dan
organisasi lain, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta,
Buruh Putri Indonesia, Kesatuan Alinasi Serikat Buruh Independen (KASBI),
Serikat Pekerja Carrefour Indonesia, Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), komunitas waria, organ-organ
mahasiswa dan lain sebagainya.
2009
Belasan ribu buruh,
aktivis dan mahasiswa dari berbagai elemen dan organisasi memperingati Hari
Buruh Sedunia dengan melakukan aksi longmarch dari Bundaran HI menuju
Istana Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua organisasi payung, Front
Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Ribuan buruh yang
tergabung dalam ABM, tertahan dan dihadang oleh ratusan aparat kepolisian sekitar
500 meter dari Istana.
2010
Bertepatan dengan
Hari Buruh Internasional, ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa
di Bundaran Hotel Indonesia di Jalan M.H.
Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI, mereka
kemudian bergerak ke depan Istana Negara. Mereka menuntut akan jaminan sosial
bagi buruh. Kalangan buruh menganggap penerapan jaminan sosial saat ini masih
diskriminatif, terbatas, dan berorientasi keuntungan.
Di depan Istana,
sempat terjadi kericuhan yang berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00
WIB. Petugas kepolisian mengamankan dua orang pengunjuk rasa untuk dimintai
keterangan. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward
Aritonang, kedua demonstran tersebut berasal dari salah satu lembaga
antikorupsi, KAPAK (Komite Aksi Pemuda Anti Korupsi). Setelah insiden itu,
secara umum kondisi aksi unjuk rasa berjalan kondusif kembali hingga selesainya
aksi pada pukul 16.00 WIB.
2011
Ribuan buruh
Indonesia merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day, Minggu (01/05) di
Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan adanya kepastian jaminan
sosial bagi para buruh di Indonesia sambil meneriakkan yel-yel perjuangan
eperti "Hidup Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta
mereka berpawai menuju Istana Negara.
2012
Kapolda Metro Jaya,
Irjen Polisi DR. Untung S.Rajab, Kamis 3 Mei 2012 menerima sejumlah tokoh
serikat buruh yang terlibat langsung pengerakan aksi demo besar-besaran di
ibukota Jakarta menyambut May Day 2012 atau Hari Buruh Internasional. Tokoh
buruh yang menemui Kapolda, diantaranya ketua aksi dan koordinator Lapangan.
Kemudian mereka bersama Kapolda memberi keterangan pers.
Bari Silitonga selaku
ketua aksi pada peringatan Hari Buruh Internasioanl itu kepada wartawan
mengatakan, kedatangan mereka menemui Kapolda Metro Jaya untuk memberi
apresiasi positif kepada Polda Metro Jaya dan jajarannya yang telah mengawal
aksi demo buruh pada Sesala 1 Mei 2012, sehingga aksi buruh dapat berjalan
lancar, tertib dan aman, tanpa mendapat gangguan sampai selesai.
Meskipun tuntutan
serikat buruh hanya sebagaian kecil mendapat tanggapan positif dari Pemerintah,
kami buruh merasa perlu memberi apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang
telah mengamankan aksi demo buruh sejak awal hingga selesai pada 1 Mei 2012.
Mengenai tuntutan buruh yang belum tercapai, itu akan terus diperjuangkan buruh
dan tidak akan pernah berhenti, kata Bari Silitonga.
Kedatangan sejumlah
tokoh buruh ini, disambut gembira oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi
DR.Untung S.Rajab. Kepada wartawan dikatakannya, jajaran Polda Metro Jaya juga
memberi apresiasi dan sangat berterima kasih kepada seluruh anggota serikat
buruh, dimana selama melakukan aksi demonya pada May Day 2012 tetap tertib dan
tidak melanggar hukum.
Menurut Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab, buruh maupun serikat buruh telah menunjukkan kepada masyarakat suatu contoh positif, bahwa untuk menyampaikan aspirasi melalui aksi demo dapat dilakukan secara tertib dan damai. Buruh telah memberi contoh, meskipun massa yang diturunkan puluhan ribu, aksi demo mereka tidak mengganggung keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Aksi buruh 1 Mei
kemarin merupakan bukti, bahwa aksi demo tidak identik dengan kerusuhan. Saya
selaku pimpinan Polda Metro Jaya pada berterima kasih dan member apresiasi
kepada buruh. Saya juga berterima kasih dan member apresiasi kepada mahasiswa
yang pada hari buruh internasional kemarin ikut melakukan aksi demo, tapi tetap
tertib”, kata Kapolda Metro.
Lebih lanjut Kapolda
Metro Jaya mengatakan, bahwa buruh yang tergabung diberbagai serikat buruh
adalah aset negara. Mereka patut dihargai dan berhak mendapat pelayanan yang
baik dari pemerintah, termasuk dari kepolisian. Oleh karena itu, jajaran
kepolisian pada peringatan hari buruh kemarin mengawal aksi demo buruh agar
tidak mendapat gangguan dari pihak luar, dan kerjasama buruh dengan Polri pada
May Day 2012 cukup baik. Apa yang telah diperlihatan buruh melalui aksi
demonya, patut dicontoh, karena aksi demo tidak identik dengan kekerasan atau
kerusuham.
2013
Pemerintah akan
menjadikan Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei sebagai hari
libur nasional. Menurut rencana, hal itu akan dimulai pada 2014.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Buruh
(Diakeses pada 25 Mei 2016)
https://rubbytmp.wordpress.com/2015/06/04/sejarah-hari-buruh-sedunia-mayday/
(Diakses Pada 25 Mei 2016)
Analisis :
Menurut
pendapat saya, hari buruh di Indonesia sebenarnya menunjukkan bahwa jumlah buruh
di Indonesia sangatlah banyak. Tidak hanya itu hari buruh sebenarnya adalah
hari untuk mengenang para pekerja di seluruh dunia. Dan Hari Buruh di Indonesia
adalah untuk melihat kekuatan perusahaan perdagangan besar dan pedagang kecil
di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar