Rabu, 25 Mei 2016

Tugas 3_SS_AHDE_May Day



MAY DAY (HARI BURUH)

Sejarah Hari Buruh (May Day)

May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.

Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat".

Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.

Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.

Pada 1887, Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894. Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.

Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.

Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872 , menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.

May Day Menjadi Peringatan Internasional

Pada tanggal 14 Juli pada peringatan 100 tahun jatuhnya penjara Bastille, berkumpulah para pimpinan organisasi revolusi Proletar dari berbagai penjuru di Paris, untuk sekali lagi membentuk Organisasi Buruh Internasional, seperti apa yang pernah dilakukan 25 tahun sebelumnya oleh guru besar mereka, Karl Marx. Pertemuan tersebut menjadi dasar apa yang kemudian dikenal dengan pertemuan untuk kembali mendengarkan berita dari delegasi Amerika untuk kedua kalinya, yang menjabarkan apa yang telah dicapai dengan perjuangan pengurangan jam kerja 8 jam kerja sehari dalam kurun waktu tahun 1884-1886 di Amerika, dan rencana untuk kembali menghidupkan kembali agenda tersebut. Terinspirasi oleh pengalaman perjuangan para pekerja yang terjadi di Amerika, kongres Paris mengeluarkan resolusi sebagai berikut:

Kongres akan mendorong untuk meng-organisasi demonstrasi besar secara internasional, yang di setiap negara dan di setiap kota dimana demonstrasi diadakan, massa yang bergemuruh akan menuntut satu tujuan tuntutan pada pihak yang berwenang untuk menetapkan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari, sejalan dengan tuntutan agenda lainnya yang kongres Paris keluarkan. Karena demonstrasi serupa telah direncanakan untuk dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1890, oleh American Federation of Labour di konvensi yang diadakan di St. Louis, bulan Desember 1888, maka pada hari ini kongres menetapkan hal yang serupa untuk dilaksanakannya demonstrasi secara Internasional. Para pekerja di tiap-tiap negara diharuskan untuk segera melakukan pengorganisasian persiapan demonstrasi tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi di tiap-tiap negara.

Klausul yang dikeluarkan kongres yang menyerukan tiap-tiap organisasi untuk mempersiapkan demonstrasi disesuaikan dengan kondisi dan situasi negara masing-masing, membuat banyak intepretasi yang berbeda oleh beberapa delegasi, salah satunya adalah delegasi dari Inggris, yang menganggap klausul itu sebagai sebuah kesempatan untuk mengartikannya; bahwa seruan gerakan tersebut bukanlah sebuah keharusan bagi seluruh negara yang mengirimkan delegasinya. Hal ini bisa terjadi karena dari awal semula saat pembentukan Internasionalime kedua ada sebagian kubu yang menganggap bahwa, pertemuan tersebut merupakan pertemuan sebatas konsultasi atau seputar pertukaran informasi dan opini antar gerakan semata, bukan merupakan sebuah bentuk organisasi sentral yang mempunyai kekuatan penuh mengontrol dan mengatur tetapi hanya berkekuatan untuk menyelengarakan dan wewenangnya hanya sebatas selama penyelengaraan kongres itu saja, tidak seperti yang Marx berusaha bangun pada saat Internasionalisme pertama pada generasi sebelumnya, sebagai sebuah Partai Revolusi Kaum Proletar Dunia. Ketika Engels menulis surat untuk salah satu sahabatnya Serge pada tahun 1874, sesaat sebelum gerakan Internasionalisme pertama dibubarkan di Amerika, “Saya pikir gerakan Internasionalisme selanjutnya akan dibentuk sesuai dengan pikiran dan ajaran Marx, dan akan dikenal lebih luas pada tahun-tahun ke depan, dan akan berwujud gerakan komunis internasional murni”, sayangnya Dia tidak memperhitungkan (Engels -pentj.) pada saat kebangkitan kembali dari gerakan Internasional akan ada elemen reformis yang hadir atau menyusup dalam usaha pembangkitan pertemuan dan organisasi tersebut kelak, dan memandang gerakan tersebut hanya sebagai sebuah gerakan sukarela biasa atau voluntary federation of Socialist parties, dan mereka tetap saling mandiri dan merdeka dan memiliki hukum dan peraturannya sendiri bagi dirinya sendiri.

Walaupun demikian pelaksanaan May Day pada tahun 1890 terjadi di banyak negara Eropa, dan di Amerika sendiri Serikat Tukang Kayu dan berbagai serikat pekerja bangunan turut serta dalam pemogokan umum untuk kembali menuntut 8 jam kerja sehari yang telah direncanakan tersebut. Walaupun terkendala oleh hukum pelarangan Sosialis di jerman, para pekerja di berbagai kota industri di Jerman juga ikut menyelengarakan May Day, yang ditandai dengan berbagai bentrok keras antar kaum buruh dan aparat kepolisian. Hal yang serupa juga terjadi di berbagai ibukota dan kota-kota besar di Eropa lainnya, walaupun pemerintah telah memberlakukan larangan terhadap mereka dan kepolisian juga melakukan tindakan keras kepada mereka. Di Amerika Serikat, terutama di Chicago dan New York demonstrasi mendapatkan kemajuan yang signifikan. Ribuan parade buruh di jalanan terjadi untuk mendukung tuntutan 8 jam kerja; dan demonstrasi tersebut ditutup dengan pertemuan raksasa terbuka di titik temu utama para demonstran.

Pada kongres selanjutnya di Brussels pada tahun 1891, agenda awal dari gerakan May Day menuntut 8 jam kerja sehari kembali masuk dalam agenda, tetapi juga untuk menunjang tuntutan buruh yang lain seperti perbaikan kondisi kerja, dan terjaminnya perdamaian antar bangsa-bangsa. Seruan yang diperbaharui tersebut menekankan pada nilai penting terwujudnya “karakter kelas pada demonstrasi 1 Mei”, untuk memperjuangkan 8 jam kerja sehari dan agenda perjuangan lainnya yang akan menuntun pada “mempergiat perjuangan kelas”. Seruan resolusi tersebut juga menginginkan untuk penghentian kerja atau mogok “pada saat apapun yang memungkinkan”. Karena selama ini tidak ada keharusan untuk melakukan pemogokan pada peringatan 1 Mei, hal ini dilakukan sebagai bagian usaha untuk memperluas skala dan mengkonsentrasikan tujuan maupun massa aksi dari demonstasi. Massa buruh dari Inggris kembali menunjukan sikap opportunisnya dengan menunjukan sikap menolak dari seruan tersebut bahkan untuk mogok pada 1 Mei yang sama sekali tidak diharuskan, dan bersama dengan kelompok Sosial Demokrat Jerman mengambil suara untuk menunda aksi demonstrasi 1 Mei dan melaksanakannya pada hari Minggu setelah tanggal 1 Mei berlalu.

Slogan Politik dalam May Day

May Day menjadi momentum bersuara bagi kaum proletar revolusioner internasional. Dari tuntutan awal untuk pengurangan jam kerja 8 jam sehari ditambahkan berbagai slogan baru yang penting untuk menyatukan dan memanggil kaum buruh untuk datang berkumpul dan berdemonstrasi. Slogan-slogan tersebut antara lain: Solidaritas Kelas Pekerja Internasional; Tujuan Bersama; Perang Melawan Perang; Melawan Penindasan Kolonial; Hak politik dan Ekonomi bagi Organisasi Kelas Buruh.

Terahir kalinya polemik dari perdebatan lama yang membahas dan mempertanyakan tentang May Day terjadi di kongres Amsterdam pada tahun 1904. Setelah melakukan pembacaan seksama pada slogan-slogan yang digunakan dalam demonstrasi dan membahas apa yang menjadi perhatian dengan terungkapnya fakta, bahwa dibeberapa negara demonstrasi memperingati May Day masih dilangsungkan pada hari Minggu setelah hari 1 Mei berlalu bukannya dilangsungkan pada hari yang seharusnya (1 Mei -pentj.), kongres tersebut menghasilkan kesimpulan:

Kongres Sosialis Internasional di Amsterdam menyerukan kepada seluruh organisasi Social Demokratic Party (Partai Sosialis Demokrat) dan serikat pekerja di seluruh negeri untuk melaksanakan demonstrasi pada tanggal 1 Mei untuk memperjuangkan agenda legalnya 8 jam kerja, sebagai tuntutan bersama kelas Proletar, dan untuk tercapainya perdamaian universal. Cara yang paling efektif untuk melancarkan demonstrasi pada tanggal 1 Mei adalah dengan berhenti bekerja. Oleh sebab itu Kongres menetapkan kewajiban bagi badan dan organisasi Proletar dimanapun seluruh penjuru negeri untuk melaksanakan aksi berhenti bekerja (bagi para anggotanya -pentj.) tepat pada tanggal 1 Mei, dimanapun dimungkinkan dengan tanpa mengakibatkan hal-hal yang dapat mencelakakan keselamatan para pekerja.

Ketika pembantaian para buruh yang sedang melakukan pemogokan terjadi di tambang emas Lena Siberia di bulan April 1912, muncul kembali perdebatan yang mempertanyakan pengerahan massa revolusioner Proletar di Russia dalam menjawab seruan mogok pada hari 1 Mei, ini adalah tahun dimana ratusan ribu kaum buruh di Russia mogok kerja dan turun ke jalan untuk melawan tindakan keji tersebut, dengan sekian lama dibawah bayang-bayang kekalahan dari Revolusi Russia pertama pada tahun 1905. Lenin menuliskan tentang May Day pada tahun tersebut:

Pemogokan raksasa yang terjadi di bulan Mei terjadi di seluruh Russia, dan demonstrasi jalanan yang terkait dengannya (pembantaian -pentj.), pendeklarasian Revolusi, pidato-pidato revolusi di depan massa buruh, terlihat jelas bahwa Russia sekali lagi memasuki periode situasi revolusioner.

Hari Buruh di Indonesia

Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini. Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.

Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.

Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.

Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

2006

Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.

Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara atau Istana Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh. Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh.

2007

Di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi para pengunjuk rasa, seperti Kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Gedung Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia.

Di Yogyakarta, ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen memenuhi Kota Yogyakarta. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos Yogyakarta. Di Solo, aksi dimulai dari Perempatan Panggung yang dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh 3 km untuk menggelar orasi lalu berbelok menuju Balaikota Surakarta yang terletak beberapa ratus meter dari Gladag. Aksi serupa juga digelar oleh dua ratusan buruh di Sukoharjo. Massa aksi tersebut mendatangi Kantor Bupati dan Kantor DPRD Sukoharjo. Di Bandung, para buruh melakukan aksi di Gedung Sate dan bergerak menuju Polda Jawa Barat dan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa Barat. Di Serang, ruas jalan menuju Pandeglang, Banten, lumpuh sejak pukul 10.00 WIB. Sekitar 10.000 buruh yang tumplek di depan Gedung DPRD Banten memblokir Jalan Palima. Di Semarang, ribuan buruh berunjuk rasa secara bergelombang sejak pukul 10.00 WIB. Mengambil start di depan Masjid Baiturrahman di Kawasan Simpang Lima, Kampus Undip Pleburan, dan Bundaran Air Mancur di Jalan Pahlawan, lalu menuju gedung DPRD Jawa Tengah. Sekitar 2 ribu buruh di kota Makassar mengawali aksinya dengan berkumpul di simpang Tol Reformasi. Dari tempat tersebut, mereka kemudian berjalan kaki menuju kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo. Di kota Palembang, aksi buruh dipusatkan di lapangan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Di Sidoarjo, ratusan buruh yang melakukan aksi di Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan buruh di Pekalongan melakukan demo mengelilingi Kota Pekalongan. Aksi dimulai dari Alun-alun Pekauman Kota Pekalongan, melewati jalur pantura di Jalan Hayam Wuruk, dan berakhir di halaman Gedung DPRD Kota Pekalongan. Longmarch dilakukan sepanjang sekitar enam kilometer. Di Medan, sekitar 5 ribu buruh mendatangi DPRD Sumut dan Pengadilan Negeri Medan.

2008

Sekitar 20 ribu buruh melakukan aksi longmarch menuju Istana Negara pada peringatan May Day 2008 di Jakarta. Mereka berkumpul sejak pukul 10 pagi di Bundaran Hotel Indonesia.

Sementara itu 187 aktivis Jaringan Anti Otoritarian dihadang dan ditangkap dengan tindakan represif oleh personel Polres Jakarta Selatan seusai demonstrasi di depan Wisma Bakrie, saat hendak bergabung menuju bundaran HI. Di Depok, 5 truk rombongan buruh yang hendak menuju Jakarta ditahan personel Polres Depok. Di Medan, polisi melarang aksi demonstrasi dengan alasan hari raya Kenaikan Isa Almasih. Aksi buruh di Yogyakarta juga dihadang Forum Anti Komunis Indonesia.

Aksi ini dilakukan oleh pelbagai organisasi buruh yang tergabung Aliansi Buruh Menggugat dan Front Perjuangan Rakyat, serta diikuti berbagai serikat buruh dan organisasi lain, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Buruh Putri Indonesia, Kesatuan Alinasi Serikat Buruh Independen (KASBI), Serikat Pekerja Carrefour Indonesia, Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), komunitas waria, organ-organ mahasiswa dan lain sebagainya.

2009

Belasan ribu buruh, aktivis dan mahasiswa dari berbagai elemen dan organisasi memperingati Hari Buruh Sedunia dengan melakukan aksi longmarch dari Bundaran HI menuju Istana Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua organisasi payung, Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Ribuan buruh yang tergabung dalam ABM, tertahan dan dihadang oleh ratusan aparat kepolisian sekitar 500 meter dari Istana.

2010

Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI, mereka kemudian bergerak ke depan Istana Negara. Mereka menuntut akan jaminan sosial bagi buruh. Kalangan buruh menganggap penerapan jaminan sosial saat ini masih diskriminatif, terbatas, dan berorientasi keuntungan.

Di depan Istana, sempat terjadi kericuhan yang berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00 WIB. Petugas kepolisian mengamankan dua orang pengunjuk rasa untuk dimintai keterangan. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang, kedua demonstran tersebut berasal dari salah satu lembaga antikorupsi, KAPAK (Komite Aksi Pemuda Anti Korupsi). Setelah insiden itu, secara umum kondisi aksi unjuk rasa berjalan kondusif kembali hingga selesainya aksi pada pukul 16.00 WIB.

2011

Ribuan buruh Indonesia merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day, Minggu (01/05) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan adanya kepastian jaminan sosial bagi para buruh di Indonesia sambil meneriakkan yel-yel perjuangan eperti "Hidup Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta mereka berpawai menuju Istana Negara.

2012

Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR. Untung S.Rajab, Kamis 3 Mei 2012 menerima sejumlah tokoh serikat buruh yang terlibat langsung pengerakan aksi demo besar-besaran di ibukota Jakarta menyambut May Day 2012 atau Hari Buruh Internasional. Tokoh buruh yang menemui Kapolda, diantaranya ketua aksi dan koordinator Lapangan. Kemudian mereka bersama Kapolda memberi keterangan pers.

Bari Silitonga selaku ketua aksi pada peringatan Hari Buruh Internasioanl itu kepada wartawan mengatakan, kedatangan mereka menemui Kapolda Metro Jaya untuk memberi apresiasi positif kepada Polda Metro Jaya dan jajarannya yang telah mengawal aksi demo buruh pada Sesala 1 Mei 2012, sehingga aksi buruh dapat berjalan lancar, tertib dan aman, tanpa mendapat gangguan sampai selesai.

Meskipun tuntutan serikat buruh hanya sebagaian kecil mendapat tanggapan positif dari Pemerintah, kami buruh merasa perlu memberi apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang telah mengamankan aksi demo buruh sejak awal hingga selesai pada 1 Mei 2012. Mengenai tuntutan buruh yang belum tercapai, itu akan terus diperjuangkan buruh dan tidak akan pernah berhenti, kata Bari Silitonga.

Kedatangan sejumlah tokoh buruh ini, disambut gembira oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab. Kepada wartawan dikatakannya, jajaran Polda Metro Jaya juga memberi apresiasi dan sangat berterima kasih kepada seluruh anggota serikat buruh, dimana selama melakukan aksi demonya pada May Day 2012 tetap tertib dan tidak melanggar hukum.

Menurut Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab, buruh maupun serikat buruh telah menunjukkan kepada masyarakat suatu contoh positif, bahwa untuk menyampaikan aspirasi melalui aksi demo dapat dilakukan secara tertib dan damai. Buruh telah memberi contoh, meskipun massa yang diturunkan puluhan ribu, aksi demo mereka tidak mengganggung keamanan dan ketertiban masyarakat.


“Aksi buruh 1 Mei kemarin merupakan bukti, bahwa aksi demo tidak identik dengan kerusuhan. Saya selaku pimpinan Polda Metro Jaya pada berterima kasih dan member apresiasi kepada buruh. Saya juga berterima kasih dan member apresiasi kepada mahasiswa yang pada hari buruh internasional kemarin ikut melakukan aksi demo, tapi tetap tertib”, kata Kapolda Metro.

Lebih lanjut Kapolda Metro Jaya mengatakan, bahwa buruh yang tergabung diberbagai serikat buruh adalah aset negara. Mereka patut dihargai dan berhak mendapat pelayanan yang baik dari pemerintah, termasuk dari kepolisian. Oleh karena itu, jajaran kepolisian pada peringatan hari buruh kemarin mengawal aksi demo buruh agar tidak mendapat gangguan dari pihak luar, dan kerjasama buruh dengan Polri pada May Day 2012 cukup baik. Apa yang telah diperlihatan buruh melalui aksi demonya, patut dicontoh, karena aksi demo tidak identik dengan kekerasan atau kerusuham.

2013

Pemerintah akan menjadikan Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei sebagai hari libur nasional. Menurut rencana, hal itu akan dimulai pada 2014.

Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Buruh (Diakeses pada 25 Mei 2016)

https://rubbytmp.wordpress.com/2015/06/04/sejarah-hari-buruh-sedunia-mayday/ (Diakses Pada 25 Mei 2016)

Analisis :

Menurut pendapat saya, hari buruh di Indonesia sebenarnya menunjukkan bahwa jumlah buruh di Indonesia sangatlah banyak. Tidak hanya itu hari buruh sebenarnya adalah hari untuk mengenang para pekerja di seluruh dunia. Dan Hari Buruh di Indonesia adalah untuk melihat kekuatan perusahaan perdagangan besar dan pedagang kecil di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar