Rabu, 21 Januari 2015

Tugas 6 (Pendidikan Konsumen)

  1. A. Pendahuluan
Misi utama dari sebuah institusi total quality management (TQM) adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Organisasi pendidikan yang unggul menurut Peters dan Waterman dalam Sallis (2002:27) adalah organisasi yang dapat menjaga hubungan dengan pelanggannya dan memiliki obsesi terhadap mutu. Mereka mengakui bahwa perkembangan sebuah institusi bersumber pada kesesuaian layanan institusi dengan kebutuhan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan.
Sallis (2002:28) menyatakan a customer focus is, however, not by itself a sufficient condition for ensuring total quality. TQM organizations need fully worked out strategies for meeting their customer’s requirements. Education faces a considerable challenge in its relationships with its external customers. Fokus terhadap pelanggan saja bukan berarti telah memenuhi tuntutan dan persyaratan mutu terpadu. Organisasi TQM memerlukan strategi yang berjalan untuk memenuhi keperluan pelanggan. Lembaga pendidikan menghadapi tantangan yang cukup besar dalam hubungannya dengan para pelanggan.
Pelanggan memiliki fungsi yang unik dalam menentukan mutu apa yang mereka terima dari lembaga pendidikan. Sebagian besar pelanggan pada mulanya tidak menerima informasi yang cukup tentang layanan yang ditawarkan dan hal apa yang mengindikasikan mutunya. Selain itu harapan para pelanggan sangar beraneka ragam dan terkadang bertentangan dengan satu sama lainnya. Berdasarkan uraian tersebut maka fokus pada pelanggan merupakan salah satu bagian dalam organisasi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  1. B. Konsep Pelanggan
Berdasarkan pandangan tradisional, pelanggan suatu perusahaan adalah orang yang membeli dan menggunakan produknya. Hoyle (2007:189) berpendapat customer is an organization or person that receives a product from another organization and includes, consumer is client, end user, retailer, beneficiary, and purchaser. Pelanggan adalah organisasi atau orang yang menerima produk dari organisasi lainnya, langganan termasuk klien, pemakai akhir, pengecer, penerima kegunaan organisasi, dan pembeli. Hal senada disebutkan dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:809) bahwa pelanggan adalah orang (tempat) yang mempunyai hubungan tetap dalam hal jual beli, sebagai pengguna produk.
Tjiptono dan Diana (2003:100) berpendapat pelanggan merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Sedangkan pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses menghasilkan produk disebut sebagai pemasok. Berdasarkan pandangan tradisional pelanggan dan pemasok merupakan entitas eksternal.
Pendidikan telah didefinisikan sebagai penyedia jasa, yang meliputi biaya pendidikan, penilaian dan bimbingan bagi peserta didik, orang tua peserta didik, dan para pendukung (Supriyanto, 1999:25). Lebih lanjut Supriyanto (1999:25) mengklasifikasi pelanggan dalam bidang pendidikan adalah pelanggan primer, sekunder, dan tersier. Pelanggan primer adalah mereka yang langsung menerima jasa pendidikan tersebut yaitu peserta didik. Pelanggan sekunder adalah mereka yang mendukung pendidikan seperti orang tua dan pemerintah. Pelanggan tersier adalah mereka yang secara tidak langsung memiliki andil, tetapi memiliki peranan penting dalam pendidikan (selaku pemegang kebijakan) seperti pegawai, pemerintah, dan masyarakat.
Adanya perbedaan pelanggan ini maka diperlukan suatu perhatian khusus dari lembaga pendidikan terhadap keinginan pelanggannya. Hal ini penting untuk mengembangkan mekanisme pelayanan pendidikan yang diberikan. Jika perhatian khusus terhadap perbedaan yang ada diabaikan oleh lembaga pendidikan, maka akan berdampak pada kehilangan pelanggan potensial.
Berdasarkan pandangan TQM menurut Tjiptono dan Diana (2003:100) pelanggan dan pemasok ada di dalam dan di luar organisasi. Pelanggan eksternal adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Pemasok eksternal adalah orang di luar organisasi yang menjual bahan baku, informasi, atau jasa kepada organisasi. Supriyanto (1999:27) mengemukakan dalam bidang pendidikan, pelanggan internal adalah pegawai sekolah, sedangkan pelanggan eksternal adalah peserta didik. Fokus utama dari lembaga pendidikan ialah pada pelanggan eksternal (peserta didik).
Sedangkan di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan pemasok internal. Misalnya dalam suatu lembaga pendidikan, guru A sebagai guru mata pelajaran biasa dan Guru B sebagai wali kelas. Guru B sebagai wali kelas memiliki tugas memasukkan nilai ujian siswa ke dalam rapor dan guru A sebagai guru mata pelajaran yang memiliki tugas menilai siswa dan hasilnya dilaporkan kepada guru B untuk dimasukkan ke dalam rapor.
Berdasarkan ilustrasi tersebut guru A merupakan pemasok bagi guru B dan guru B sendiri merupakan pelanggan bagi guru A. Guru B sebagai wali kelas tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan baik bila guru A tidak melakukan pekerjaannya dengan baik pula. Kualitas pekerjaan guru A mempengaruhi guru B. Konsep ketergantungan (dependency) seperti ini penting dalam hubungan pemasok dengan pelanggan.
  1. C. Kepuasan Pelanggan
Hakikatnya tujuan organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Berdasarkan pendekatan TQM, kualitas menurut Tjiptono dan Diana (2003:101) ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan.
Band (1991) berpendapat kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan di mana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Gerson (1993:5) mengemukakan customer satisfaction it is the customer’s perception that his or her expectations have been met or surpassed. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang harapannya apakah telah sesuai atau melebihi dari yang diharapkannya terhadap suatu organisasi. Disimpulkan kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja produk memenuhi harapan pemakai. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas.
Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan harapan (Kotler, 1997). Dengan demikian, harapan pelanggan melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian dahulu, komentar teman dan kenalannya serta janji dari organisasi tersebut. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan.
Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu menurut Tjiptono (2004:9) adalah 1) terjalin hubungan yang harmonis antara organisasi dan pelanggan, 2) memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, 3) mendorong terciptanya loyalitas pelanggan, 4) membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi organisasi, 5) reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan, dan 6) laba yang diperoleh dapat meningkat.
Pelanggan merupakan penerima hasil kerja suatu organisasi, sehingga merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Hal ini merupakan penyebab munculnya slogan kualitas dimulai dari pelanggan.
Ada beberapa unsur penting menurut Tjiptono dan Diana (2003:103) di dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu 1) pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi, kelangsungan organisasi tergantung pada pelanggan, 2) pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, pelanggan yang dapat diandalkan adalah pelanggan yang membeli/memakai produk secara berulang/berkali-kali dan pelanggan yang merasa puas terhadap produk organisasi, dan 3) kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi, kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.
Kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi TQM, sehingga organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kunci untuk membentuk fokus pada pelanggan adalah menempatkan pegawai untuk berhubungan dengan pelanggan dan memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka memuaskan pelanggan. Unsur penting dalam pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi antara pegawai dan pelanggan.
Pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang esensial bagi setiap organisasi. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi organisasi dalam peningkatan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode. Beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dalam Tjiptono dan Diana (2003:104-105) adalah:
  1. Sistem keluhan dan saran, organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer centered) memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya menyediakan kotak saran dan customer hot lines. Informasi yang dihimpun dapat digunakan sebagai dasar pengembangan ide organisasi dan bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah yang terjadi,
  2. Ghost shopping, salah satu untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk organisasi dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian/pemakaian produk. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan,
  3. Lost customer analysis, organisasi seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami latar belakang hal itu terjadi,
  4. Survey kepuasan pelanggan, umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey dan menggunakan teknik wawancara. Hal ini karena dengan survey organisasi akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan memberi tanda (signal) positif bahwa organisasi memiliki perhatian terhadap pelanggan.
Metode Performance Importance Matrix digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan dengan cara responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. Responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi yang berkaitan dengan penawaran dari organisasi dan diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. Dan responden diminta merangking elemen atau atribut penawaran berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik kinerja organisasi pada masing-masing elemen.
Beberapa dimensi pengukuran kepuasan pelanggan yang sering dipakai adalah 1) responsiveness (ketanggapan), kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik, 2) reliability (keandalan), kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan, 3) emphaty (empati), rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, dan pengetahuan untuk dihubungi, 4) assurance (jaminan) pengetahuan, kesopanan petugas, dan sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko, dan 5) tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
Bentuk metode Performance Importance Matrix untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah:
  1. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada umumnya menggunakan skala Likert) yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variabel dan dibandingkan dengan nilai secara keseluruhan,
  2. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya berhenti sampai diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi, dan standar devisiasi,
  3. Analisis Importance and Performance Matrix (IPM), konsep ini mengukur tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Lebih rinci hubungan importance (kepentingan pelanggan) dengan performance (penampilan kinerja) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Importance and Performance Matrix (Umar dalam Natalisa, 2007:93)
Kuadran I focus effort here (prioritas utama/attributes to improve), kinerja suatu variabel adalah lebih rendah dari keinginan konsumen sehingga kinerja organisasi harus ditingkatkan agar optimal. Kuadran I merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang di harapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah organisasi melakukan perbaikan secara terus menerus sehingga performance variable yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.
Kuadran II maintain performance (kinerja dipertahankan), kinerja dan keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga organisasi cukup mempertahankan kinerja variabel tersebut. Kuadran II merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.
Kuadran III medium low priority (prioritas rendah/attributes to maintain), kinerja dan keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat rendah, sehingga organisasi belum perlu melakukan perbaikan. Kuadran III adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV reduce emphasis (pelayanan berlebihan/main priority), kinerja organisasi berada dalam tingkat tinggi tetapi keinginan konsumen akan kinerja dari variabel tersebut hanya rendah, sehingga organisasi perlu mengurangi hasil yang dicapai agar dapat mengefisienkan sumber daya organisasi. Kuadran IV adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
Berdasarkan hasil observasi Peters dalam Tjiptono dan Diana (2003:106-107) menyimpulkan sepuluh kunci dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
  1. Frekuensi, setiap organisasi perlu melakukan survey formal mengenai kepuasan pelanggannya paling sedikit setiap 60 sampai dengan 90 hari sekali. Di samping itu juga perlu diadakan survey informal paling sedikit setiap bulan sekali,
  2. Format, sebaiknya yang melakukan survey formal adalah pihak ketiga di luar organisasi. Hasil yang diperoleh harus disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi. Setiap keluhan dari pelanggan juga harus diketahui oleh semua jajaran organisasi, baik manajemen maupun pegawai,
  3. Isi (content), sebaiknya pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan standar yang dikuantitatifkan,
  4. Desain isi, organisasi perlu melakukan pendekatan sistematis dalam memperhatikan setiap pandangan yang ada. Tidak ada satu pun ukuran atau instrumen survey yang paling baik untuk segala kondisi. Oleh karena itu diperlukan pula koordinasi dan cross checking terhadap berbagai ukuran yang ada,
  5. Melibatkan setiap orang, focus grup informal harus melibatkan semua fungsi dan level dalam organisasi. Dengan demikian mereka yang mengunjungi pelanggan haruslah terdiri dari semua fungsi, semua level (dari pegawai front line sampai dengan manajemen puncak). Demikian pula halnya dengan pemasok, grosir (wholesaler), dan anggota saluran distribusi lainnya harus berpartisipasi, baik secara formal maupun informal,
  6. Mengukur kepuasan setiap orang, organisasi harus mengukur kepuasan semua pihak, baik pelanggan langsung maupun pelanggan tak langsung, yaitu pemakai akhir dan setiap anggota saluran distribusi,
  7. Kombinasi berbagai ukuran, ukuran yang digunakan harus dibatasi pada skor kuantitatif gabungan terhadap a) beberapa individu, misalnya pegawai bagian laboratorium, b) kelompok (tim pengiriman atau pusat reservasi), c) fasilitas (kantor tata usaha, laboratorium), dan d) divisi (bagian kurikulum, peserta didik),
  8. Hubungan dengan kompensasi dan reward lainnya, hasil pengukuran kepuasan pelanggan harus dikaitkan dengan sistem kompensasi dan reward lainnya. Misalnya dijadikan variabel utama dalam penentuan kompensasi insentif dalam penjualan,
  9. Penggunaan ukuran secara simbolik, ukuran kepuasan pelanggan yang digunakan perlu dipasang dan ditempatkan di setiap bagian organisasi,
10.  Bentuk pengukuran lainnya, setiap deskripsi kerja harus mencakup pula deskripsi kualitatif mengenai hubungan pegawai yang bersangkutan dengan pelanggan, dan setiap evaluasi kinerja harus mencakup penilaian terhadap sejauh mana seorang karyawan memiliki customer orientation.
  1. D. Kebutuhan Pelanggan Internal dan Eksternal
Berdasarkan pendekatan tradisional, pelanggan tidak dilibatkan dalam proses pengembangan produk. Apabila pendekatan ini digunakan dalam situasi persaingan yang kompetitif, maka organisasi akan sangat sulit bersaing dan sangat mungkin mengalami kehancuran. Kebutuhan pelanggan dalam pendekatan TQM diidentifikasi sebagai bagian dari pengembangan produk. Tjiptono dan Diana (2003:108) berpendapat tujuan organisasi menggunakan pendekatan ini adalah untuk melampaui harapan pelanggan, buka sekedar memenuhinya. Untuk itu perlu dikumpulkan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan atas produk/jasa yang dihasilkan organisasi.
Organisasi dengan demikian dapat memahami dengan baik perilaku pelanggan pada pasar sasarannya, sehingga organisasi dapat menyusun strategi dan program yang tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada, menjalin hubungan dengan setiap pelanggan dan mengungguli para pesaingnya. Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dapat digunakan suatu pendekatan yang menurut  Tjiptono dan Diana (2003:108) terdiri dari atas enam langkah, yaitu:
  1. Memperkirakan hasil,
  2. Mengembangkan rencana untuk mengumpulkan informasi,
  3. Mengumpulkan informasi,
  4. Menganalisa hasil,
  5. Memeriksa kesahihan (validitas) kesimpulan,
  6. Mengambil tindakan.
Kunci utama untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan internal adalah komunikasi secara terus-menerus antarpegawai yang saling terkait dan tergantung satu sama lain sebagai individu dan antardepartemen yang saling tergantung sebagai suatu unit. Komunikasi tersebut setiap pihak menyampaikan kebutuhannya kepada pihak lain, sehingga terjadi saling pengertian dan kerja sama antarindividu maupun antardepartemen dalam organisasi.
Untuk mendorong dan memudahkan komunikasi dapat digunakan mekanisme gugus mutu (quality circles), self managed team, tim antardepartemen, dan tim perbaikan. Mekanisme ini selain dapat memudahkan komunikasi di antara pelanggan dan pemasok internal, juga dapat meningkatkan kualitas. Selain mekanisme tersebut terdapat berbagai cara lain dalam mendorong komunikasi yang efektif, seperti pembicaraan santai saat istirahat dan pelatihan keterampilan berkomunikasi.
Komunikasi secara berkesinambungan dengan pelanggan eksternal juga sangat penting dalam pasar kompetitif. Strategi yang tepat dalam rangka pembentukan fokus pada pelanggan adalah dengan jalan membentuk mekanisme efektif untuk memudahkan komunikasi dan kemudian melaksanakannya. Salah satu alasan perlunya komunikasi secara terus-menerus adalah bahwa kebutuhan pelanggan selalu berubah sepanjang waktu dan bahkan perubahannya dapat berlangsung cepat. Melalui komunikasi ini organisasi dapat memantau setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi. Bila hal ini tidak terantisipasi maka organisasi dapat kalah dalam persaingan. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kebutuhan pelanggan yang baru antara lain teknologi baru, persaingan pasar, perubahan selera, pergolakan sosial, dan konflik (daerah, nasional, dan internasional).
Komunikasi yang baik dengan pelanggan harus mencakup pelanggan internal dan eksternal. Apa yang diterapkan dalam berkomunikasi dengan pihak luar juga dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan pihak internal organisasi. Komunikasi dengan para pegawai tidak cukup hanya dengan menyampaikan informasi seperti spesifikasi, standar, prosedur, dan metode kerja. Di samping itu ada hal lain yang penting dalam komunikasi. Menurut Tjiptono dan Diana (2003:109) hal tersebut adalah 1) perlu menyediakan sarana bagi pegawai untuk menyampaikan pandangan dan idenya, dan 2) perlu menjelaskan kepada para pegawai mengenai tindakan-tindakan manajemen yang menurut mereka berlawanan dengan kualitas.
  1. E. Pembentukan Fokus pada Pelanggan
Fokus pada pelanggan menurut International Standard Organization (2000:5) ialah top manajemen harus menjamin persyaratan/keinginan pelanggan yang ditetapkan dan dipenuhinya tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan. Whitely dalam Goetsch dan Davis (1994:149-150) mengemukakan karakteristik organisasi yang sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan, yaitu:
  1. Visi, komitmen, dan suasana
Manajemen menunjukkan (baik dengan kata dan tindakan) bahwa pelanggan itu penting bagi organisasi, organisasi memiliki komitmen besar terhadap kepuasan pelanggan, dan kebutuhan pelanggan lebih diutamakan dari kebutuhan internal organisasi. Salah satu cara untuk menunjukkan komitmen itu adalah menjadikan fokus pada pelanggan sebagai faktor utama dalam pertimbangan kenaikan pangkat (promosi) dan kompensasi.
  1. Penjajaran dengan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven (menyesuaikan dengan perubahan selera pelanggan) menyejajarkan dirinya dengan para pelanggan. Hal ini tercermin dalam beberapa hal, yaitu a) pelanggan berperan sebagai penasihat dalam penjualan barang dan pelayanan, b) pelanggan tidak pernah dijanjikan sesuatu yang lebih daripada yang dapat diberikan, c) pegawai memahami atribut produk yang paling dihargai pelanggan, dan d) masukan dan umpan balik dari pelanggan dimasukkan dalam proses pengembangan produk/pelayanan.
  1. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini tercermin dalam hal, yaitu a) keluhan pelanggan dipantau dan dianalisa, b) selalu mengupayakan adanya umpan balik dari pelanggan, dan c) organisasi berusaha mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur, dan sistem internal yang tidak menciptakan nilai bagi pelanggan.
  1. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven tidak hanya mengumpulkan umpan balik dari pelanggan, tetapi juga menggunakan dan menyampaikannya kepada semua pihak yang membutuhkan dalam rangka melakukan perbaikan. Pemanfaatan informasi pelanggan ini tercermin dalam hal, yaitu a) semua pegawai memahami bagaimana pelanggan menentukan kualitas, b) pegawai pada semua level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan, c) pegawai mengetahui siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya, d) organisasi memberikan informasi yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsip dasarnya ialah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan, dan e) pegawai dan manajer memahami kebutuhan dan harapan pelanggan.
  1. Mendekati para pelanggan
Berdasarkan pendekatan TQM, tidak cukup bila organisasi hanya pasif dan menunggu umpan balik yang disampaikan oleh pelanggannya. Berbagai bidang yang kompetitif menuntut pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan berarti melakukan hal-hal yaitu a) memudahkan pelanggan untuk menjalankan bisnis, b) berusaha untuk mengatasi semua keluhan pelanggan, dan c) memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya, misalnya melalui telepon, surat, dan datang langsung.
  1. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai
Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan diberdayakan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-hal yang dianggap perlu dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini berati setiap pegawai memahami produk/jasa yang mereka tawarkan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa tersebut. Ini juga berarti bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
  1. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus
Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang diperlukan untuk secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses yang menghasilkan produk/jasa tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam hal, yaitu a) kelompok fungsional internal bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama, b) praktik-praktik terbaik yang berkaitan dengan bidang pendidikan dipelajari dan dilaksanakan, c) waktu siklus riset dan pengembangan secara terus-menerus dikurangi, d) setiap masalah diatasi dengan segera, dan e) investasi dalam pengembangan ide-ide inovatif dilakukan.
Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan membentuk fokus pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan analisis diri. Dalam analisis ini akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan belum ada dalam organisasi. Organisasi perlu mewujudkan karakteristik yang belum ada tersebut sehingga fokus pada pelanggan dapat terbentuk.
  1. F. Fungsi Pengembangan Kualitas dan Implementasinya
Hal yang diketahui sebelum suatu produk/jasa mulai diproses adalah apakah produk/jasa tersebut dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Hal ini merupakan alasan utama perlunya dilakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan pelanggan internal dan eksternal. Konsep Quality Function Deployment (QFD) menurut menurut  Tjiptono dan Diana (2003:112) dikembangkan untuk menjamin bahwa produk/jasa yang memasuki tahap produksi/proses benar-benar akan dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan kesesuaian maksimum pada setiap tahap pengembangan produk/jasa. QFD dikembangkan untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk/jasa, serta proses dan sistem pengukuran.
Fokus utama QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk/jasa sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk/jasa (meskipun suatu produk/jasa yang telah dihasilkan dengan sempurna) bila mereka memang tidak menginginkan atau membutuhkannya. Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan, QFD merupakan praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi.
Aktivitas QFD menurut Tjiptono dan Diana (2003:113) adalah:
  1. Penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas),
  2. Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur,
  3. Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik,
  4. Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing karakteristik kualitas,
  5. Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk/jasa,
  6. Perancangan, produksi/proses, dan pengendalian kualitas produk/jasa.
Penerapan QFD dapat mengurangi waktu dan biaya desain produk/jasa organisasi secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkannya kualitas desain. Manfaat lain dari QFD menurut Tjiptono dan Diana (2003:114-115) adalah a) fokus pada pelanggan, b) efisiensi waktu, c) orientasi kerja sama tim, dan d) orientasi pada dokumentasi.
Fokus pada pelanggan, organisasi TQM merupakan organisasi yang berfokus pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari pelanggan. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan pelanggan yang spesifik. Kinerja organisasi dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut dipelajari dengan teliti. Dengan demikian organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan pelanggan.
Efisiensi waktu, QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk/jasa karena memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasi dengan jelas. Oleh karena itu tidak terjadi pemborosan waktu untuk mengembangkan ciri-ciri produk/jasa yang tidak atau hanya memberikan sedikit nilai (value) kepada pelanggan.
Orientasi kerja sama tim, QFD merupakan pendekatan kerja sama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan pada konsensus/kesepakatan dan dicapai melalui diskusi mendalam. Oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan diidentifikasi sebagai bagian dari proses, maka setiap individu memahami posisinya yang paling tepat dalam proses tersebut, sehingga pada gilirannya hal ini mendorong kerja sama tim yang lebih kokoh.
Orientasi pada dokumentasi, salah satu produk/jasa yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan. Dokumen ini berubah secara konstan setiap kali ada informasi baru yang dipelajari dan informasi lama yang lama dibuang. Informasi yang up to date mengenai persyaratan pelanggan dan proses internal, sangat berguna bila terjadi pergantian pegawai (turnover).
  1. Struktur dan Proses QFD
Analogi yang paling sering digunakan untuk menggambarkan struktur QFD adalah suatu matriks yang berbentuk rumah (house of quality) seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur QFD House of Quality (Tjiptono dan Diana (2003:116)
Tembok rumah sebelah kiri (Komponen 1) adalah masukan dari pelanggan. Pada langkah ini pemanufaktur berusaha menentukan segala persyaratan yang dikehendaki pelanggan dan berhubungan dengan produk/jasa. Agar dapat memenuhi persyaratan pelanggan, pemanufaktur mengusahakan spesifikasi kinerja tertentu dan menyaratkan pemasoknya untuk melakukan hal yang sama. Langkah ini digambarkan pada bagian plafon/langit-langit rumah (Komponen 2).
Tembok rumah sebelah kanan (Komponen 3) merupakan matriks perencanaan. Matriks ini merupakan komponen yang digunakan untuk menerjemahkan persyaratan pelanggan ke dalam rencana-rencana untuk memenuhi atau melampaui persyaratan tersebut. Komponen ini meliputi langkah-langkah seperti menggambarkan persyaratan pelanggan pada suatu matriks dan proses pemanufakturan pada matriks lainnya, memprioritaskan persyaratan pelanggan, dan mengambil keputusan mengenai perbaikan yang dibutuhkan dalam proses pemanufakturan.
Di bagian tengah (Komponen 4), persyaratan pelanggan dikonversikan ke dalam aspek-aspek pemanufakturan. Misalnya pelanggan menginginkan menginginkan lulusan yang berkompetensi dalam bidang kesehatan, maka persyaratan tersebut akan dikonversikan lembaga pendidikan dengan membuka dan mengembangkan jurusan kedokteran.
Bagian bawah rumah (Komponen 5) merupakan daftar prioritas persyaratan proses pemanufakturan. Sedangkan pada bagian atap (Komponen 6), langkah yang dilakukan adalah identifikasi dari proses/kegiatan organisasi yang berhubungan dengan persyaratan pemanufakturan. Pertanyaan yang akan dijawab dalam Komponen 6 adalah apa yang terbaik dapat dilakukan organisasi dengan mempertimbangkan persyaratan pelanggan dan kemampuan pemanufakturan organisasi?
Setiap matriks yang dibuat sebagai bagian dari proses QFD harus distrukturkan menurut bentuk rumah dalam Gambar 2. Tjiptono dan Diana (2003:117) mengemukakan siklus lengkap proses QFD terdapat 6 matriks seperti pada Gambar 3.
Gambar 3   Proses Quality Function Deployment (QFD) (Tjiptono dan Diana (2003:116)
Masing-masing matriks pada Gambar 3 memiliki manfaat tersendiri. Manfaat tersebut adalah:
a)      Matriks 1, digunakan untuk membandingkan persyaratan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal produk/jasa yang saling berhubungan,
b)      Matriks 2, digunakan untuk membandingkan ciri-ciri teknikal pada Matriks 1 dengan teknologi terapan. Matriks 1 dan 2 menghasilkan informasi yang dibutuhkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yaitu 1) apa yang menjadi kebutuhan pelanggan? 2) persyaratan teknikal apa yang dibutuhkan sehubungan dengan ciri-ciri kebutuhan pelanggan? 3) teknologi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui persyaratan pelanggan? dan 4) kegiatan apa yang dilaksanakan sehubungan dengan persyaratan teknikal?
c)      Matriks 3, digunakan untuk membandingkan teknologi terapan dari Matriks 2 dengan proses pemanufakturan. Matriks ini bermanfaat dalam mengidentifikasi variabel penting dalam proses pemanufakturan,
d)      Matriks 4, bermanfaat untuk membandingkan proses pemanufakturan dari Matriks 3 dengan proses pengendalian kualitas. Matriks ini menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk mengoptimalisasikan proses,
e)      Matriks 5, dipergunakan untuk membandingkan proses pengendalian kualitas dan proses Statistical Process Control (SPC). Matriks ini memastikan bahwa parameter dan variabel proses yang tepat digunakan,
f)       Matriks 6, digunakan untuk membandingkan parameter SPC dengan spesifikasi yang telah dikembangkan untuk produk/jasa akhir. Pada Matriks ini dilakukan penyesuaian untuk menjamin bahwa produk/jasa yang dihasilkan merupakan produk/jasa yang dibutuhkan pelanggan.
Proses QFD menjamin bahwa semua sumber daya digunakan secara optimal dalam rangka memaksimalkan peluang organisasi untuk memenuhi atau melampaui persyaratan pelanggan. Unsur yang paling penting dalam QFD adalah informasi dari pelanggan. Informasi dari pelanggan menurut Tjiptono dan Diana (2003:119) dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu.
a)      Umpan balik, diperoleh setelah fakta terjadi. Hal ini berarti bahwa setelah suatu produk/jasa dikembangkan, dihasilkan, dan ditentukan harganya. Umpan balik kurang sesuai digunakan sebagai dasar dalam penentuan kesesuaian antara produk/jasa yang akan dihasilkan dan kebutuhan pelanggan pada awal proses QFD. Meskipun demikian umpan balik sangat bermanfaat dalam membantu memperbaiki produk/jasa apabila diproses lagi,
b)      Masukan, diperoleh sebelum fakta terjadi. Dalam lingkungan pemanufakturan, hal ini berarti selama pengembangan produk/jasa. Pengumpulan masukan dari pelanggan selama pengembangan produk/jasa memungkinkan organisasi untuk membuat perubahan sebelum memproses dan memasarkan produk/jasa.
  1. Implementasi QFD
Proses implementasi QFD harus sistematis. Langkah-langkah implementasi Quality Function Deployment (QFD) menurut Tjiptono dan Diana (2003:123-125) adalah:
a)      Membentuk tim proyek
Tim proyek dibentuk berdasarkan sifat proyek yang akan ditangani. Apakah tim tersebut menyempurnakan produk/jasa yang sudah ada atau mengembangkan produk/jasa baru? Bila produk/jasa yang sudah ada akan disempurnakan maka tim tersebut harus terdiri atas personil dari bagian hubungan masyarakat dan badan penjamin mutu. Bila produk/jasa baru akan dikembangkan maka wakil-wakil dari bagian riset dan pengembangan harus dilibatkan pula. Setiap anggota tim perlu memahami tujuan tim dan peranan mereka dalam tim tersebut.
b)      Menyusun prosedur pemantauan
Manajemen perlu memantau setiap kemajuan yang dicapai tim proyek. Agar pemantauan dapat dilakukan dengan baik, maka dibutuhkan perencanaan dan pengembangan prosedur pemantauan. Ada tiga pertanyaan yang perlu diperhatikan dalam rangka melakukan hal tersebut, yaitu 1) apa yang akan dipantau? 2) bagaimana memantaunya? dan 3) berapa kali frekuensi pemantauannya?
c)      Memilih proyek
Proyek perbaikan/penyempurnaan lebih baik dimulai pada permulaan daripada proyek pengembangan produk/jasa baru. Proyek perbaikan memiliki keuntungan berupa tersedianya informasi mengenai produk/jasa yang sudah ada dan telah ada pengalaman yang berhubungan dengan produk/jasa bersangkutan. Bila tim QFD baru menangani produk baru, maka setiap anggota tim akan menghadapi terlalu banyak hal yang baru, yaitu mengenai QFD itu sendiri, informasi dari pelanggan, dan informasi mengenai produk yang akan dikembangkan.
d)      Menyelenggarakan pertemuan untuk memulai QFD
Pertemuan ini merupakan pertemuan resmi tim yang diadakan untuk pertama kalinya. Dalam pertemuan tersebut beberapa hal yang perlu dilaksanakan adalah 1) mengupayakan agar semua peserta memahami misi tim proyek tersebut, 2) mengupayakan agar semua peserta memahami peranannya masing-masing dan peranan rekan-rekannya, dan 3) menyusun parameter pertemuan (waktu dan frekuensi pertemuan).
e)      Melatih tim
Sebelum memulai proyek, semua anggota tim perlu diberi pelatihan asas-asas QFD. Anggota tim perlu mempelajari cara menggunakan berbagai alat kualitas dan alat-alat spesifik seperti diagram dan matriks. Selain itu setiap anggota tim juga harus memahami cara kerja QFD sebagai suatu proses (Gambar 3).
f)       Mengembangkan matriks
Bila setiap anggota tim telah memahami QFD, alat-alat QFD, dan format suatu matriks QFD (Gambar 3), maka proses pengembangan matriks-matriks dapat dimulai. Siklus proses QFD yang lengkap terdiri dari 6 matriks yang masing-masing terstruktur berdasarkan spesifikasi pada Gambar 3.
Matriks pertama membandingkan persyaratan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal produk/jasa. Hasil dari pengembangan matriks pertama adalah suatu ringkasan kebutuhan/persyaratan pelanggan dan suatu dokumen konsep yang menggambarkan ciri-ciri produk/jasa yang harus ada agar dapat memenuhi harapan pelanggan.
Matriks kedua membandingkan ciri-ciri teknikal dan teknologi terapan. Matriks ketiga membandingkan teknologi terapan dan proses pemanufakturan. Matriks keempat membandingkan proses pemanufakturan dan proses pengendalian kualitas. Matriks kelima membandingkan proses pengendalian kualitas dan pengendalian proses statistika. Sedangkan matriks terakhir membandingkan pengendalian proses statistika dan spesifikasi produk akhir. Dalam mempersiapkan semua matriks ini, alat-alat spesifik QFD digunakan sesuai dengan kebutuhan.

sumber : https://utuhslamet.wordpress.com/2010/06/30/fokus-pada-pelanggan-dalam-sistem-pendidikan/

Tugas 8 (Produk Dalam Negeri dengan Produk Luar Negeri)

Produk Dalam Negeri dengan Produk Luar Negeri
Perekonomian Indonesia sedang dalam masa perkembangan yang begitu pesat. Dengan target pasar lebih dari 260 juta orang dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya perusahaan lokal yang ingin mengadu untung di tanah Indonesia, namun juga berbagai perusahaan dari luar negeri. Bahkan dalam kenyataan yang terjadi, perusahaan lokal justru banyak yang tergusur dengan keberadaan perusahaan luar negeri.
Banyak argumen mengapa perusahaan lokal mengalami kemunduran seperti ini, namun mungkin pengaruh kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap produk lokal tidak lebih baik daripada produk luar bisa jadi faktor yang paling kuat. Berikut beberapa hal mengapa produk lokal dianggap tidak lebih baik daripada produk luar :

1. Kualitas Produk

Produk luar senantiasa dianggap selalu berfokus pada kualitas, baru kemudian kuantitas. Sementara produk lokal senantiasa dianggap berfokus pada kuantitas, baru kualitas. Hal ini mungkin tidak sepenuhnya salah, karena banyak sekali produk asal jadi yang bahkan ketahuan belangnya saat perusahaan pembuatnya diinspeksi mendadak.

2. Kemasan Produk

Masyarakat Indonesia berani membayar mahal untuk membeli produk luar, namun tidak untuk produk lokal. Maka wajar perusahaan lokal berjuang dengan berbagai cara agar harga produknya dimasyarakat tidak terlampau mahal, setidaknya tidak lebih mahal daripada produk luar. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi tampilan manis pada kemasan produk. Sementara produk luar bisa jadi lebih banyak mengeluarkan biaya di kemasan yang manis daripada produknya sendiri. Namun siapa sih yang lebih memilih kemasan kurang cantik jika ada kemasan cantik, apalagi kemasan cantiknya adalah produk luar, harga berapapun berani deh.

3. Promosi Produk

Promosi di televisi memang mahal. Tapi sesuai dengan jangkauan penonton yang ada dari ujung timur hingga barat Indonesia. Semakin banyak promosi produk dilakukan via televisi atau media lain, bisa jadi alasan mengapa produk dari top brand (lokal dan non-lokal) lebih digemari daripada produk yang dipromosikan dari mulut ke mulut, atau hanya berupa poster. Terlebih banyak juga top brand yang melakukan promosi via aktivitas yang melibatkan orang banyak seperti jalan sehat atau tes darah gratis, yang kemudian pesertanya diberikan souvenir promosi setelah mengikuti kegiatan tersebut. Ini yang masih dianggap perusahaan lokal sebagai alokasi buang-buang uang, padahal sudah banyak perusahaan yang melayani pembuatan souvenir promosi sesuai budget seperti perusahaan yang satu ini.

4. Lokasi Berjualan

Kebanyakan produk luar dikemas khusus untuk dijual di gerai-gerai tertentu, mereka biasanya tidak menjamin kualitas dari produk yang dijual selain di gerai mereka, sehingga konsumen pun lebih senang membeli langsung dari gerainya, meskipun harga di gerai tersebut tidak lebih murah daripada harga di pedagang eceran. Namun banyak perusahaan Indonesia yang lebih menjauhi kesan premium dan menyebarkan penjualan hingga ke pelosok negeri, dan ini tidak salah. Namun jika kemudian konsumen dihadapkan dengan produk yang biasa ditemui di eceran dan yang dijual hanya digerai-gerai tertentu, saya pikir lebih banyak konsumen yang lebih memilih produk premium yang dijual di gerai tertentu.

sumber : http://www.umm.ac.id/en/detail-194-mengapa-produk-luar-lebih-disukai-daripada-produk-dalam-negeri-opini-umm.html

Tugas 7 (AFTA dan NAFTA)

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception. 
GAMBARAN UMUM AFTA
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
  • menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
  • menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
  • meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
3. Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia

Manfaat :
  • Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
  • Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
  • Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
  • Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan :
  • Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
4. Jangka Waktu Realisasi AFTA
  • KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
    1. Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    2. Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    3. Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
    4. Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
  • Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
  • Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
  • Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
  • Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
5. Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT
  • Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.
  • Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%.
  • Perhitungan ASEAN Content adalah sebagai berikut :
     
    Value of Undetermined Origin Materials, Parts of Produce
    +

    Value of Imported Non-ASEAN Material, Parts of Produce


    X 100%<60%
    FOB Price
  • Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
6. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
  1. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.
  2. CEPT  Produk List
  • Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
  • Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
  • Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
  • Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
  • Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
  • Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
  • General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
7. Beberapa Protocol/Article yang dapat dipakai untuk mengamankan produk Indonesia
  1. Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List
    Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk industri yang telah dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000 atau Last Tranche. Konsekuensi penarikan kembali suatu produk dari IL harus disertai dengan kompensasi.
  2. Article 6 (1) dari CEPT Agreement
    Dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah dimaukkan ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri.
  3. Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.
    Dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).
 8. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk
         a. Inclusion List
 
Negara Anggota AFTA
Jadwal Penurunan/Penghapusan
ASEAN -6
  1. Tahun 2003 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2007 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2010 : 100% produk dengan tarif 0%
Vietnam
  1. Tahun 2006 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2010 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar
  1. Tahun 2008 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2012 : 80% produk dengan tarif 0%
  3. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
Kamboja
  1. Tahun 2010 : 60% produk dengan tarif 0%
  2. Tahun 2015 : 100% produk dengan tarif 0%
        b. Non Inclusion list
  • TEL harus dipindah ke IL
  • GEL dapat dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement, yaitu untuk melindungi :
  • Keamanan Nasional
  • Moral
  • Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan kesehatan
  • Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala
 Sumber : http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
NAFTA adalah Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, sebuah perjanjian antara Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat yang telah berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994. Perjanjian ini dirancang untuk meningkatkan perdagangan antara ketiga negara dengan mengurangi atau menghilangkan pembatasan perdagangan, seperti tarif dan kuota impor. Ini adalah salah satu perjanjian yang paling kuat dan berjangkauan luas di dunia, yang mengatur seluruh spektrum perdagangan dan perdagangan di benua Amerika Utara. Meskipun itu dirancang untuk menguntungkan negara-negara anggotanya secara ekonomi, telah menjadi subyek kontroversi sejak awal.

Bagaimana Panduan Perjanjian Perdagangan Kerja

Perdagangan internasional, proses mengimpor dan mengekspor barang-barang dari satu negara ke yang lain, biasanya diatur oleh bea dan biaya seperti tarif. Langkah-langkah ini dirancang untuk mendorong bisnis asli suatu negara dengan melindungi mereka dari kompetisi di luar. Langkah-langkah regulasi lain, termasuk lingkungan, kesehatan, dan peraturan tenaga kerja, sering dikenakan pada perusahaan yang beroperasi dalam suatu negara. Perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang dirancang untuk mendorong perdagangan antara dua atau lebih negara dengan mengurangi pembatasan ini. NAFTA adalah salah satu yang paling menonjol dan berpengaruh dari FTA tersebut.

Tarif dan Penjualan

Sebelum perjanjian perdagangan bebas diterapkan, barang-barang AS diekspor ke Kanada dan terutama ke Meksiko yang dikenakan pajak pada tingkat tinggi. Tarif ini mengecilkan penjualan banyak barang AS, termasuk mobil, suku cadang mobil, komputer, dan makanan, di negara-negara tetangganya. Sebagai hasil dari perjanjian tersebut, tugas tersebut berkurang dari waktu ke waktu, akhirnya tersingkir pada tahun 2.008.
Penjualan barang AS di Meksiko meningkat secara dramatis setelah 1994; Kanada telah meningkatkan perdagangan di AS barang dagangan juga, meskipun tidak hampir sampai seperti yang Meksiko lakukan. Gabungan, negara-negara NAFTA menyumbang hampir sepertiga dari ekspor AS pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, negara-negara ini adalah dua dari tiga pemasok impor ke AS juga. Perdagangan antara Kanada dan Meksiko juga meningkat, dengan Meksiko menjadi sumber impor terbesar keempat Kanada. Selain itu, layanan internasional dan investasi asing sudah naik.

Imigrasi dan Wisata

Salah satu efek perjanjian imigrasi ini, pekerja tertentu dari satu bangsa dapat mengajukan permohonan untuk tinggal sementara saat bekerja di bawah naungan NAFTA. Dalam rangka untuk mendapatkan visa khusus ini, yang disebut visa TN, pekerjaan harus mendaftar profesi yang disetujui dan posisi tertentu harus membutuhkan jasa profesional NAFTA. Seseorang yang menerapkan harus memiliki kualifikasi yang tepat dan pengalaman untuk posisi itu.
Perjanjian tersebut juga memudahkan pembatasan perjalanan internasional, khususnya untuk pengangkutan barang dari satu negara ke negara lain. Pengemudi truk jarak jauh dari setiap negara diperbolehkan untuk mendorong kargo melintasi perbatasan; setelah moratorium panjang, pengemudi Meksiko pertama diizinkan untuk beroperasi di AS pada Oktober 2011.

Pelabelan dan Dokumentasi

Efek lainnya adalah bahwa barang yang dikirim antara tiga negara wajib memiliki label yang dicetak dalam bahasa negara tersebut. Produk yang dikirim ke Amerika Serikat dan Kanada harus memiliki label bahasa Inggris, yang diimpor ke Kanada harus mencakup Prancis, dan mereka diekspor ke Meksiko, Spanyol. Barang juga harus memiliki sertifikat asal memverifikasi bahwa mereka dibuat di salah satu dari tiga negara.

Kritik

Bagian dari NAFTA di awal 1990-an sangat kontroversial di ketiga negara. Kritik takut bahwa otonomi nasional akan mengkhawatirkan karena setiap negara mengubah hukum individu untuk mematuhi ketentuan perjanjian ini. Perdebatan kongres dan parlemen difokuskan pada peraturan lingkungan yang bisa dilewati atau digantikan oleh persyaratan FTA dan tenaga kerja. Yang dikhawatirkan adalah bahwa keuntungan ekonomi dari NAFTA tidak akan cukup untuk mengimbangi hilangnya perlindungan yang telah ditetapkan oleh sistem tarif yang lebih lama.
Kontroversi belum berkurang sejak FTA disahkan. Serikat buruh menyalahkan penurunan pekerjaan manufaktur akibat perjanjian tersebut, yang membuatnya lebih mudah untuk pekerjaan yang harus outsourcing ke Meksiko atau Kanada. Ketika dikombinasikan dengan reformasi pertanian di negara itu, banyak pekerja pertanian Meksiko kehilangan pekerjaan mereka saat metode produksi berubah dan industri menghadapi persaingan lebih besar dari impor AS.
Perdebatan peraturan lingkungan juga tetap menjadi topik hangat. Perjanjian itu tidak mencakup ketentuan-ketentuan lingkungan, dan mengarah pada pembentukan Komisi untuk Kerjasama Lingkungan (CEC). Berdasarkan perjanjian tersebut, bagaimanapun, bisnis yang dicegah dari beberapa aktivitas oleh undang-undang lingkungan hidup suatu negara mungkin dapat menuntut pemerintah untuk kerusakan jika tindakan itu bertentangan dengan ketentuan NAFTA, yang membawa kekuatan hukum internasional.

Update dan Perjanjian Lainnya

Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara telah diperbarui dengan dua tambahan utama, Perjanjian Amerika Utara untuk Kerjasama Ekonomi (NAAEC) dan Perjanjian Amerika Utara untuk Kerjasama Buruh (NAALC). Sebuah tambahan kemudian adalah Kemitraan Keamanan dan Kesejahteraan Amerika Utara, dirancang untuk mendorong kerjasama tentang isu-isu keamanan nasional.
Sejak tahun 1994, AS telah melakukan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan sejumlah negara lain, termasuk Korea Selatan dan Kolombia, dan dengan sekelompok negara di Amerika Tengah. Kanada juga memiliki FTA dengan beberapa dari negara-negara yang sama. Kesepakatan luas lagi antara AS dan sejumlah negara Lingkar Pasifik juga telah dibahas.

Sumber : http://www.sridianti.com/pengertian-nafta.html

Tugas 5 (Strategi Pemasaran )

TEKNIK DAN STRATEGI PEMASARAN
Setelah memahami perencanaan usaha, langkah selanjutnya adalah mempelajari dan melatih bagaimana barang dan jasa yang dihasilkan itu didistribusikan atau dipasarkan. Sesuai dengan definisi pemasaran yaitu kegiatan meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen (probe/search), menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen (product), menentukan fingkat harga (price), mempromosikannya au agar produk dikenal konsumen (promotion), dan mendistribusikan produk ke tempat konsumen (place), maka tujuan pemasaran adalah bagaimana agar barang dan jasa yang dihasilkan disukai, dibutuhkan, dan dibeli oleh konsumen (J. Supranto, 1993). Ini berarti, perhatian kita dalam pemasaran haruslah diawali dengan riset pemasaran yaitu untuk meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen. Sesuai dengan tujuan pemasaran, maka inti pemasaran adalah penciptaan nilai yang lebih finggi bagi konsumen daripada nilai yang diciptakan oleh pihak pesaing. Strategi usaha yang cocok dengan konsep tersebut adalah memproduksi barang dan jasa apa yang bisa dijual dan bukan menjual barang dan jasa apa yang bisa diproduksi. Strategi pertama sangat tepat dan sesuai dengan inti pemasaran, sedangkan strategi kedua tidak tepat karena tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen. Prinsip dasar pemasaran yaitu menciptakan nilai bagi langganan (customer value), keunggulan bersaing (competitive advantages), dan fokus pemasaran. Tujuan pemasaran bukan mendapatkan langganan (get customer), akan tetapi memperbaiki situasi bersaing (improve competitive situation). Dalam konteks ini, seorang wirausaha harus mampu memproduksi barang dan jasa dengan mutu yang lebih baik, harga yang lebih murah, dan penyerahan yang lebih cepat daripada pesaing.

1.PERENCANAAN PEMASARAN
Pembahasan tentang strategi perusahaan, tidak bisa lepas dari perencanaan, arahan, atau acuan gerak langkah perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Ada beberapa langkah dalam merencanakan pemasaran bagi usaha baru:
Langkah 1: Penentuan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan, pertama-tama harus dilakukan penelitian pasar atau riset pemasaran. Riset pasar harus diarahkan pada kebutuhan konsumen, misalnya barang atau jasa apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen, berapa jumlahnya, kualitas yang bagaimana, siapa yang membutuhkan, dan kapan mereka memerlukan. Riset pasar dimaksudkan untuk menentukan segmen pasar dan karakteristik konsumen yang dituju.
Langkah 2: Memilih Pasar Sasaran Khusus (Special Target Market)
Setelah mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, langkah berikutnya adalah memilih pasar sasaran khusus. Ada tiga jenis pasar sasaran khusus, yaitu:
(1) Pasar individual (individual market).
(2) Pasar khusus (niche market).
(3) Segmentasi pasar (market segmentation).
Dari tiga altematif pasar sasaran tersebut, bagi perusahaan kecil dan usaha baru lebih tepat bila memilih pasar khusus (niche market) dan pasar individual (individual market). Sedangkan untuk perusahaan menengah dan besar lebih baik memilih segmen pasar (segmentation market).
Langkah 3: Menempatkan Strategi Pemasaran dalam Persaingan
Penerapan strategi pemasaran sangat tergantung pada keadaan lingkungan persaingan pasar yang ada dari hari kehari. Keberhasilan dalam segmentasi pasar sangat tergantung pada potensi yang menggambarkan permintaan dari lingkungan persaingan. Ada enam strategi untuk memenuhi permintaan dari lingkungan yang bersaing:
(1)Berorientasi pada pelanggan (customer orientation).
(2)Kualitas (quality), ialah mengutamakan Total Quality Management (TQM) yaitu efektif, efisien, dan tepat.
(3)Kenyamanan (convenience), yaitu memfokuskan perhatian pada kesenangan hidup, kenyamanan, dan kenikmatan.
(4)Inovasi (innovation), yaitu harus berkonsentrasi untuk berinovasi dalam produk, jasa, maupun proses.
(5)Kecepatan (speed), atau disebut juga Time Compression Management (TCM), yang diwujudkan dalam bentuk:
(a)Kecepatan untuk menempatkan produk baru di pasar.
(b)Memperpendek waktu untuk merespons keinginan dan kebutuhan pelanggan (customer response time).
(6)Pelayanan dan kepuasan pelanggan.
Langkah 4: Pemilihan Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran ialah paduan dari kinerja wirausaha dengan hasil pengujian dan penelitian pasar sebelumnya dalam mengembangkan keberhasilan strategi pemasaran. Untuk menarik konsumen, wirausaha bisa merekayasa indikator-indikator yang terdapat dalam bauran pemasaran (marketing mix), yaitu probe, product, price, place, promotian.
2.BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX)
Penelitian dan Pengembangan Pasar (Probe)
Seperti telah dikemukakan bahwa langkah pertama dalam kegiatan pemasaran adalah meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen. Berapa jumlahnya, bagaimana daya belinya, di mana tempat konsumennya, dan berapa permintaannya. Semua ini merupakan informasi penting bagi pemasaran produk baru. Menurut Peggy Lambing dan Charles L. Kuehl (2000: 153), keunggulan bersaing perusahaan baru terletak pada perbedaan (diferensiasi) perusahaan tersebut dengan pesaingnya dalam hal:
(1)Kualitas yang lebih baik.
(2)Harga yang lebih murah dan bisa ditawar.
(3)Lokasi yang lebih cocok, lebih dekat, lebih cepat.
(4)Seleksi barang dan jasa yang lebih menarik.
(5)Pelayanan yang lebih menarik dan lebih memuaskan konsumen.
(6)Kecepatan, baik dalam pelayanan maupun dalam penyaluran barang.
Oleh sebab itu, menurut Zimmerer (1996: 117), bagi usaha baru. sangatlah cocok untuk menerapkan strategi market driven. Strategi ini dibangun berdasarkan enam pondasi:
(1)Orientasi konsumen.
(2)Kualitas.
(3)Kenyamanan dan kesenangan.
(4)Inovasi.
(5)Kecepatan.
(6)Pelayanan dan kepuasan pelanggan.
Berorientasi pada Konsumen
Usaha baru yang berhasil pada umumnya memusatkan perhatian pada pengembangan sikap yang berorientasi kepada kepuasan stakeholder (stakeholder satisfaction). Dalam pemasaran, orientasi itu tentunya kepada kepuasan pelanggan dengan prinsip-prinsip pokok sebagai berikut:
(1)Bila ada pelanggan yang merasa kurang puas, penuhilah secepat mungkin kekurangan tersebut.
(2)Doronglah pelanggan untuk mengajukan keluhan bila kurang memuaskan.
(3)Mintalah umpan balik (feed-back) dari karyawan tentang upaya perbaikan pelayanan yang harus
diberikan kepada pelanggan.
(4)Buatlah komitmen untuk membuat pelayanan terbaik kepada konsumen.
(5)Izinkan manajer untuk menunggu.pelanggan temporer.
(6)Hati-hati dalam memilih dan melatih seseorang yang akan berhubungan dengan pelanggan.
(7)Kembangkan pelayanan bagi karyawan, sehingga komunikasi betul-betul mengarah pada pelanggan.
(8)Berikan insentif kepada karyawan yang betul-betul memberikan pelayanan istimewa kepada pelanggan.
Kualitas
Agar berhasil dalam persaingan global, sangatlah penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kualitas barang dan jasa serta pelayanan. Akhir-akhir ini, perbaikan kualitas telah dijadikan tujuan strategi beberapa perusahaan di dunia, yang kemudian secara. integral dijadikan bagian dari budaya perusahaan. Perbaikan kualitas tersebut terangkum dalam Total Quality Management (TQM).
Secara filosofis, Total Quality Management (TQM), nilai-nilai dan kerja keras tidak hanya ditujukan untuk mempertahankan kualitas barang dan jasa tetapi juga untuk mempertahankan kualitas usaha dan pelayanan kepada pelanggan. Kunci utama dalam mengembangkan TQM justru. terletak pada perhatian khusus kepada pelanggan. Artinya,’ kualitas harus mencerminkan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Bagaimana pelanggan menginterpretasikan kualitas? Berdasarkan hasil survei di Amerika Serikat, menurut Zimmerer (1996) ada lima macam komponen kualitas yang secara berurutan perlu diperhatikan, yaitu:
(1)Ketepatan (reliability), yaitu rata-rata kelalaian/pengabaian.
(2)Daya tahan (durability), yaitu berapa lama barang dan jasa tersebut dapat dipakai/ bertahan.
(3)Mudah digunakan (easy of use), yaitu barang dan jasa tersebut memberikan kemudahan untuk digunakan.
(4)Nama merek yang terkenal dan dipercaya (known and trusted brand name).
(5)Harga yang relatif rendah (low price).
Barang dan jasa yang cepat, tepat, hemat, sehat, kuat, dan terkenal merupakan prasyarat bagi perusahaan dalam mempertahankan kualitas. Barang dan jasa harus cepat dan tepat dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain itu, barang dan jasa itu harus tahan lama atau tidak mudah rusak dan mudah digunakan oleh siapa pun dan kapan pun. Komponen lain dari kualitas yang tidak kalah pentingnya adalah harga yang murah dan merek yang terkenal. Merek yang terkenal dan harga yang terjangkau sangat menarik dan merangsang konsumen sekaligus mencerminkan kualitas yang dikehendaki konsumen.
Sedangkan di bidang jasa pelayanan, konsumen ingin melihat jasa perusahaan yang mencerminkan beberapa karakteristik sebagai berikut:
(1)jelas/nyata (tangibles), yaitu jelas ada fasilitas, ada peralatan dan ada orang yang melayaninya.
(2)Ketepatan (reliability), yaitu memenuhi apa yang dikatakan itu sesuai dengan apa yang dilakukan atau tepat janji dan tepat pelayanan.
(3)Ketanggapan (responsiveness), yaitu tanggap terhadap keinginan pelanggan.
(4)Terjamin dan penuh empati (assurance and empathy), yaitu menimbulkan sikap yang menyenangkan. Dengan kata lain, pelayanan itu harus cepat, tepat, hemat, sehat, dan nikmat. Artinya, ada garansi yang menimbulkan rasa aman dan senang.
Pedoman penting untuk mencapai sasaran kualitas seperti di atas dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1)Bangun kualitas ke dalam proses.
(2)Kembangkan tim kerja dan sebar luaskan sampai departemen.
(3)Mantapkan ikatan dengan pemasok secara khusus.
(4)Latihlah manajer dan karyawan agar mereka partisipasi dalam program peningkatan kualitas.
(5)Berdayakan karyawan pada setiap tingkatan organisasi, berikan wewenang dan tanggung jawab dalam membuat keputusan untuk menentukan kualitas.
(6)Mantapkan komitmen manajer terhadap kualitas.
(7)Berikan insentif kepada orang yangbekerja berkualitas.
(8)Kembangkan strategi perusahaan dalam perbaikan kualitas.
Kenyamanan
Untuk mengetahui kenyamanan, dilakukan dengan cara meminta informasi kepada pelanggan, misalnya kesenangan apa yang mereka inginkan dan mereka harapkan dari pelayanan yang disajikan perusahaan? Untuk memberikan pelayanan yang menyenangkan harus diperhatikan hal-hal berikut:
(1)Lokasi usaha harus dekat dengan pelanggan.
(2)Berikan kemudahan-kemudahan kepada pelanggan.
(3)Tentukan jam kerja yang menyenangkan bagi pelanggan. Apakah perusahaan buka seminggu penuh atau semalam suntuk.
(4)Tetapkan apakah barang perlu diantar atau tidak.
(5)Berikan kemudahan untuk menggunakan cara kredit.
(6)Latihlah karyawan untuk dapat melakukan transaksi dengan cepat, tepat, hemat, dan sopan.
Inovasi
Inovasi merupakan kunci keberhasilan bagi usaha baru. Perubahan pasar yang sangat cepat dan persaingan yang kompleks menuntut inovasi yang terus-menerus. Inovasi yang terus-menerus merupakan suatu kekuatan bagi wirausaha dalam. meraih sukses usahanya. Beberapa bentuk inovasi yang lazim. dan terkenal ialah dalam bentuk produk baru, perbedaan teknik/cara, dan pendekatan baru dalam memperkenalkannya.
Kecepatan
Kecepatan merupakan kekuatan dalam persaingan. Dengan kecepatan berati mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, dan memenuhi permintaan pasar. Secara filosopi, kecepatan disebut Time Compression Management (TCM), yang memiliki dua aspek, yaitu: (1) Mempercepat produk baru ke pasar, dan (2) Memperpendek waktu dalam merespons permintaan pelanggan baik dalam memproses produk maupun dalam mendistribusikan atau menyampaikannya.
Agar perusahaan yang mementingkan TQM dapat bersaing, hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1)Perbaharui keseluruhan proses sehingga menjadi lebih cepat.
(2)Ciptakan fungsi silang dari tim kerja, berikan wewenang untuk memecahkan persoalan. Tim kerja yang yang dimaksud adalah insinyur, pekerja yang dipabrik penjual, ahli kualitas, dan bahkan pelanggan.
(3)Arahkan tujuan secara agresif untuk mengurangi waktu dan memperpendek jadwal. Melalui TQM diharapkan dapat mengurangi siklus waktu, misalnya yang seharusnya beberapa minggu menjadi beberapa hari atau jam saja, seharusnya sebulan hanya beberapa minggu saja, dan seterusnya.
(4)Tanamkan budaya cepat. Pelayanan harus cepat namun tepat, hemat, dan sopan.
(5)Gunakan teknologi yang dapat mempercepat proses.
Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
Wirausaha mengetahui bahwa salah satu cara terbaik untuk mempertahankan pelanggan dan menarik pelanggan baru adalah dengan menyajikan pelayanan yang lebih baik yang tidak tertandingi oleh pesaing lain. Cara menciptakan pelayanan dan kepuasan pelanggan dapat dilakukan sebagai berikut:
(1)Dengarkan dan perhatikan pelanggan.
(2)Tetapkan pelayanan yang terbaik.
(3)Tetapkan ukuran dan kinerja standar.
(4)Berikan perlindungan hak-hak karyawan.
(5)Latih karyawan cara memberikan pelayanan yang istimewa.
(6)Gunakan teknologi yang memberikan pelayanan terbaik.

Sumber : https://tirman.wordpress.com/strategi-pemasaran/