BAB I
Koperasi Sebagai Badan Usaha
1.1
Pengertian
Badan Usaha
Badan Usaha adalah suatu
organisasi yang mengkombinasikan dan mengkoordinasikan sumber-sumber daya untuk
tujuan memproduksi dan menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh suatu
keuntungan. Dalam setiap perusahaan yang modern, ada 4 sistem yang saling
berinteraksi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai perusahaan tersebut,
yaitu :
a. Sistem
keuangan / ekonomi (economic / financial system)
b. Sistem
teknik (technical system)
c. Sistem
oganisasi dan personalia (human/organizational system)
d. Sistem
informasi (information system)
Untuk
mendirikan badan usaha, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Barang
dan Jasa yang akan diperdagangkan.
b. Pemasaran
barang dan jasa yang diperdagangkan.
c. Penentuan
harga pokok dan harga jual barang dan jasa yang diperdagangkan.
d. Pembelian.
e. Kebutuhan
tenaga kerja.
f. Organisasi
Intern.
g. Pembelanjaan.
h. Jenis
badan usaha yang akan dipilih.
Pemilihan atas suatu jenis badan
usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Tipe
usahanya : Perkebunan, Perdagangan atau Industri.
b. Luas
Operasinya atau jangkauan pemasaran yang hendak dicapai.
c. Modal
yang dibutuhkan untuk memulai usaha.
d. Sistem
pengawasan yang dikehendaki.
e. Tinggi
rendahnya resiko yang dihadapi.
f. Jangka
waktu ijin operasional yang diberikan pemerintah.
g. Keuntungan
yang direncanakan.
Perbedaan Badan Usaha dengan
Perusahaan :
a. Perusahaan
menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan Badan Usaha menghasilkan keuntungan
atau sebaliknya mendatangkan kerugian.
b. Perusahaan
adalah alat Badan Usaha yang dapat berupa bengkel, pabrik, kedai, toko, kantor,
dan sebagainya. Sedangkan Badan Usaha merupakan kesatuan organisasi yang dapat
berupa Firma(Fa), Perseroan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), dll.
c. Perusahaan
merupakan alat badan usaha untuk mencari keuntungan, sedangkan badan usaha itu
sebagai kesatuan yuridis dan ekonomis yang bertujuan mencari keuntungan.
1.2
Koperasi
Sebagai Badan Usaha
Koperasi adalah badan usaha Menurut
UU No. 25 Tahun 1992. Sebagai badan usaha, koperasi tetap tunduk terhadap
kaidah-kaidah perusahaan dan prinsip-prinsip ekonomi yang berlaku. Dengan
mengacu pada konsepsi system yang bekerja pada suatu badan usaha. Jadi,
Koperasi sebagai badan usaha juga
merupakan kombinasi dari manusia, aset-aset fisik maupun non fisik, informasi
dan teknologi.
Koperasi sebagai Badan Usaha maka
:
a. Tunduk
pada kaidah dan prinsip ekonomi yang berlaku.
b. Mampu
menghasilkan keuntungan dan nmengembangkan organisasi dan usahanya
c. Anggota
sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa
d. Memerlukan
sistem manajemen usaha (keuangan, teknik, organisasi, dan informasi)
Ciri
utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha (non koperasi) adalah
posisi anggota. Dalam UU Nomor 25 tahun 1992 tentang pengkoperasian disebutkan
bahwa, anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa kopesi.
Dalam bahasa ekonomi atau teori pemasaran, pengguna jasa ini disebut sebagai
customer. Untuk koperasi primer di Indonesia, anggotanya minimal 20 orang.
Dengan demikian, anggota koperasi adalah orang sebagai individu yang merupakan
subyek hukum dan subyek ekonomi tersendiri.
Badan
usaha koperasi adalah wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam rangka mempertinggi
efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan ekonomi individu anggotanya.
Koperasi sebagai badan usaha dan unit ekonomi, selain harus memiliki 4 sistem,
juga harus memasukkan sistem keanggotaan (member ship system) sebagai sistem
yang ke lima. Sistem keanggotaan ini sangat penting dimasukkan sebagai sistem
kelima ke dalam perusahaan koperasi, karena hal tersebut merupakan jati diri
dan nilai keunggulan koperasi. Selain itu, dapat bekerja atau tidaknya koperasi
sangat tergantung dari partisipasi anggotanya.
Dalam
fungsinya sebagai badan usaha, maka koperasi tetap tunduk pada prinsip-prinsip
ekonomi perusahaan dan prinsip-prinsip dasar koperasi. Khusus yang menyangkut
aspek perkoperasian, ada 6 aspek dasar yang menjadi pertimbangan untuk mencapai
tujuan koperasi sebagai badan usaha, yaitu :
a. Status
dan motif anggota koperasi
b. Kegiatan
usaha
c. Permodalan
koperasi
d. Manajemen
koperasi
e. Organisasi
koperasi
f. Sistem
pembagian keuntungan (Sisa Hasil Usaha)
1.3
Tujuan
dan Nilai Perusahaan
Model dasar dari suatu perusahaan
bisnis diperoleh dari teori perusahaan (theory of Firm) . Teori perusahaan
menekankan bahwa perusahaan perlu menetapkan tujuan, sehingga dengan demikian
perusahaan dapat menentukan apa yang harus dilakukan, menyusun program aksinya,
menetapkan sasarannya, menyusun indikator keberhasilannya, serta strategi dan taktik
apa yang harus diilaksanakan.
Prof. William F. Glueck (1984),
pakar manajemen terkemuka dari Universitas Georgia dalam bukunya Strategy
Management and Bussiness Policy, 2nd ed, mendefinisikan tujuan
perusahaan sebagai hasil terakhir yang dicari organisasi melalui eksistensi dan
operasinya. Beraneka ragam tujuan yang berbeda-beda dikejar oleh organisasi
perusahaan, seperti kesinambungan keuntungan, efisiensi, mutu produk, menjadi
pemimpin pasar (market leadre), dan lain-lain.
Selanjutnya, Glueck menjelaskan 4
alasan mengapa perusahaan harus mempunyai tujuan.
a. Tujuan membantu mendefinisikan
organisasi dalam lingkungannya. Dengan menetapkan tujuan, maka
perusahaan akan menarik orang yang mengenali tujuan ini sehingga mau bekerja
untuk mereka.
b. Tujuan membantu mengkoordinasi keputusan
dan pengambilan keputusan. Tujuan yang dinyatakan mengarahkan
perhatian karyawan kepada norma perilaku yang dikehendaki. Tujuan dapat
mengurangi pertentangan dalam membuat keputusan apabila semua karyawan
mengetahui apa tujuannya.
c. Tujuan menyediakan norma untuk menilai
pelaksanaan prestasi organisasi. Tujuan merupakan norma terakhir
bagi organisasi dalam menilai dirinya. Tanpa tujuan, organisasi tidak mempunyai
dasar yang jelas untuk menilai keberhasilannya.
d. Tujuan merupakan sasaran yang lebih
nyata daripada pernyataan misi.
Dalam
merumuskan tujuan perusahaan, perlu diperhatikan keseimbangan kepentingan dari
berbagai pihak yang terlibat dalam perusahaan. Tujuan perusahaan tidak terbatas
pada pemenuhan kepentingan manajemen seperrti memaksimumkan keuntungan ataupun
efisiensi, tetapi juga harus mempertimbangkan kepentingan pemilik modal,
pekerja, konsumen, pemasok, lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
Pada
awalnya, teori mengasumsikan bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimumkan
keuntungan jangka pendek. Meskipun demikian, pada perkembangannya disadari
bahwa keuntungan jangka panjang lebih penting. Sehingga, teori yang dianut
sekarang mengatakan bahwa tujuan primer perusahaan
adalah memaksimumkan nilai sekarang (net present value), yaitu nilai dari laba
yang diharapkan pada masa yang akan datang, yang dhitung pada masa sekarang
pada suatu tingkat bunga yang tertentu.
Tujuan umumnya dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Memaksimumkan
keuntungan (maximize profit)
Untuk memaksimumkan keuntungan
maka variabel yang utama diperhatikan adalah faktor-faktor yang berkaitan
dengan penerimaan itu sendiri. Dalam hal ini, maka jumlah dan harga output
perusahaan menjadi variabel utama.
b. Memaksimumkan
nilai perusahaan (maximize the value of the firm)
Nilai perusahaan (value of firm)
adalah nilai dari laba yang diperoleh dan diharapkan dimasa yang akan datang,
yang dihitung pada masa sekarang dengan memperhitungkan tingkatt resiko dan
tingkat bunga yang tepat.
c. Meminimumkan
biaya (minimize profit)
Biaya total tergantung dari
teknologi produksi yang digunakan perusahaan dan harga sumber daya yang
digunakan perusahaan.
BAB
II
Sisa
Hasil Usaha Koperasi
2.1
Pengertian
SHU
Menurut pasal 45 ayat 1 UU No. 25
tahun 1992
a. SHU
adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi
dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku
yang bersangkutan.
b. SHU
setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha
yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan
untuk keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
c. Besarnya
pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Penetapan
besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk
keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ ART Koperasi.
Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung
besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan
pendapatan koperasi.
Dalam
pengertian ini, juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaski
usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan
koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima.
Hal
ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik
saham adalah proporsional, sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki.
Penghitungan SHU bagian anggota
dapat dilakukan bila beberapa inforrmasi dasar diketahui sebagai berikut :
a. SHU
total koperasi pada satu tahun buku.
b. Bagian
(persentase) SHU anggota.
c. Total
simpanan seluruh anggota.
d. Total
seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota.
e. Jumlah
simpanan per anggota.
f. Omzet
atau volume usaha per anggota.
g. Bagian
(persentase) SHU untuk simpanan anggota.
h. Bagian
(persentase) SHU untuk transaski usaha anggota.
2.2
Rumus
Pembagian SHU Koperasi
Menurut UU No. 25 tahun 1992
pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa “Pembagian
SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga
berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota
terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi
yang diterima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh anggota sendiri, yaitu :
1.
SHU atas
jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota
sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap
diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SHU pada
tahun buku yang bersangkutan.
2.
SHU atas
jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota
koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.
Secara
umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada
Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, SHU dibagi sebagai berikut :
a. Cadangan
Koperasi :
40%
b. Jasa
anggota :
40%
c. Dana
pengurus :
5%
d. Dana
karyawan :
5%
e. Dana
pendidikan :
5%
f. Dana
sosial untuk pembangunan lingkungan :
5%
SHU per anggota dapat dihitung
sebagai berikut :
SHUa = JUA + JMA
Dimana :
SHUA = Sisa hasil usaha koperasi
JUA = Jasa Usaha Anggota
JMA = Jasa Modal Anggota
Dengan menggunakan model
matematika, SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut :
SHUPa = Va/VUK x JUA + Sa/TMS x JMA
Dimana :
SHUPa = Sisa hasil usaha per anggota
JUA = Jasa usaha anggota
JMA = Jasa modal anggota
VA = Volume usaha anggota (total transaksi anggota)
VUK = Volume usaha total koperasi
Sa = Jumlah simpanan anggota
TMS = Total modal sendiri (total simpanan anggota)
Bila SHU bagian anggota menuut
AD/ART Koperasi adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa
SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal dan
usaha, dengan pembagian jasa usaha anggota sebesar 70%, dan jasa modal anggota
sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu :
Pertama,
langsung dihitung dari total SHU
Koperasi, sehingga :
JUA = 70% x 40% total SHU Koperasi
setelah pajak
= 28% dari total SHU Koperasi.
JMA = 30% x 40% total SHU
Koperasi setelah pajak
= 12% dari total SHU Koperasi.
Kedua,
SHU bagian anggota (40%) dijadikan
menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut,
kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang ditetapkan.
2.3
Prinsip-Prinsip
Pembagian SHU Koperasi
Agar tercemin azaz keadilan,
demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu
diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut :
a.
SHU yang
dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU dibagi kepada
anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan
berasal dari transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada
anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
Dalam kasus koperasi tertentu,
bila SHU yang bersumber dari anggota cukup besar, maka rapat anggota dapat
menetapkannya untuk dibagi secara merata sepanjang tidak membebani likuiditas
koperasi.
Pada koperasi yang penggolongan
pembukuannya sudah baik, biasanya terdapat pemisahan sumber SHU yang berasal
dari anggota dengan yang berasal dari
non anggota. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam pembagian SHU adalah memilahkan
yang bersumber dari hasil transaksi usaha dengan anggota dan yang bersumber
dari non anggota.
b.
SHU
anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota
sendiri.
SHU yang dditerima setiap anggota
pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikannya dan dari
hasil transaksi yang dilakukannya dengan koperasi. Oleh sebab itu, perlu
ditentukan proporsi SHU untuk jasa modal dan transaksi usaha yang dibagi kepada
anggota. Dari SHU bagian anggota, harus ditetapkan beberapa persentase untuk
jasa modal, misalkan 30% dan sisanya
sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha. Sebenarnya belum ada formula
yang baku mengenai penentuan proporsi jasa modal dan jasa transaksi usaha,
tetapi hal ini dapat dilihat dari struktur permodalan koperasi itu sendiri.
Apabila total modal sendiri
koperasi sebagian besar bersumber dari simpanan-simpanan anggota (bukan dari
donasi ataupun dana cadangan), maka disarankan agar proporsinya terhadap
pembagian SHU bagian anggota diperbesar, tetapi tidak akan melebihi dari 50%.
Hal ini perlu diperhatikan untuk tetap menjaga karakter koperasi itu sendiri,
dimana partisipasi usaha masih lebih diutamakan.
c.
Pembagian
SHU anggota dilakukan secara transparan.
Proses perhitungan SHU per
anggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara
transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara
kuantitatif beberapa partisipasinya kepada koperasinya. Prinsip ini pada
dasarnya juga merupakan salah satu proses pendidikan bagi anggota koperasi
dalam membangun suatu kebersamaan, kepemilikan terhadap suatu badan usaha, dan
pendidikan dalam proses demokrasi.
d. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah
diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya
sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.
2.4
Pembagian
SHU Per Anggota
Contoh Kasus :
a. Perhitungan
SHU (Laba/rugi) Koperasi A tahun 1998 (Rp000)
Penjualan / Penerimaan Jasa Rp 840.066
Pendapatan lain Rp
120.717
Rp 960.783
Harga Pokok Penjualan Rp
(300.887)
Pendapatan Operasional Rp 659.896
Beban Operasional Rp
(310.629)
Beban administrasi dan umum Rp (34.267)
Rp
(344.896)
SHU sebelum pajak Rp 315.000
Pajak penghasilan (PPH Ps 21) Rp (34000)

SHU setelah pajak Rp 290.000
b.
Sumber SHU
SHU Koperasi A setelah pajak Rp 290.000
Sumber SHU :
·
Transaksi anggota Rp
200.000
·
Transaksi non anggota Rp 90.000
c. Pembagian
SHU menurut pasal 15, AD/ART Koperasi A
1. Cadangan : 40% x 200.000 = Rp 80.000
2. Jasa
anggota : 40% x 200.000 = Rp 80.000
3. Dana
pengurus : 5% x 200.000 = Rp 10.000
4. Dana
karyawan : 5% x 200.000 = Rp 10.000
5. Dana
pendidikan : 5% x 200.000 = Rp 10.000
6. Dana
sosial : 5% x 200.000 = Rp 10.000
Rapat anggota telah menetapkan
bahwa SHU bagian anggota dibagi sebagai berikut :
Jasa modal : 30% x Rp 80.000.000 =
Rp 24.000.000
Jasa usaha : 70% x Rp 80.000.000 =
Rp 56.000.000
s
d. Jumlah
anggota, simpanan, dan volume usaha koperasi.
Jumlah anggota : 130 anggota
Total simpanan anggota : Rp 360.500.000
Total transaksi usaha : Rp 2.400.072.00
e. Kompilasi
Data simpanan, Transaksi usaha, dan SHU Per Anggota (dalam ribuan)
No. Anggota
|
Nama Anggota
|
Jumlah Simpanan
|
T.Transaksi Usaha
|
SHU Modal
|
SHU.transaksi usaha
|
Jumlah SHUPa
|
1
|
Justin
|
900
|
5600
|
1438
|
130,66
|
1568,66
|
2
|
Stefan
|
1600
|
4900
|
106,51
|
114,32
|
220,83
|
3
|
SoHyun
|
3000
|
0
|
199,72
|
0
|
199,72
|
4
|
JongSuk
|
600
|
8500
|
9586
|
198,32
|
9784,32
|
5
|
WooHyun
|
1300
|
4100
|
2077
|
95,66
|
2172,66
|
s/d 130
|
dst
|
Dst
|
Dst
|
dst
|
dst
|
Dst
|
|
Jumlah
|
360.500
|
2.400.072
|
24.000
|
56.000
|
80.000
|
Dengan
menggunakan rumus perhitungan SHU di atas diperoleh SHU per anggota berdasarkan
konttribusinya terhadap modal dan transaksi usaha. Seperti diketahui rumus SHU
per anggota adalah :
SHU per anggota = JUA + JMA
Contoh
:
SHU Usaha Anggota = Va/VUK (JUA)
SHU
Usaha Justin = 5.600 / 2.400.072
(56000) = 130,66
SHU Modal anggota = Sa/TMS (JMA)
SHU
Modal Justin = 900/360.500 (24000) = 1438
Dengan
demikian, jumlah SHU yang diterima Justin adalah
Rp 130,66 + Rp 1438 = Rp 1568,66
BAB III
Koperasi Dalam
Berbagai Struktur Pasar
3.1 Pengertian dan Struktur Pasar
Pasar
mencakup pembeli dan penjual yang aktual dan potensial pada produk/jasa
tertentu (Dominick Salvatore, 1996). Pasar juga diartikan sebagai sebuah
institusi atau badan yang menjalankan aktivitas jual beli barang-barang
dan/atau jasa-jasa ataupun produk tertentu.
Struktur
pasar adalah keadaan yang dianggap penting yang harus ada dipasar. Adapun
unsur-unsur tersebut meliputi jumlah perusahaan (produsen), keseragaman produk
antar perusahaan, kemudahan keluar masuk pasar, dan bentuk persaingan. Pada
dasarnya menurut strukturnya pasar dapat dibedakan menjadi pasar sempurna dan
pasar persaingan tidak sempurna. Adapun pasar persaingan tidak sempurna dapat
dibedakan menjadi pasar lain seperti monopoli, persaingan monopolistik dan
oligopoli.
3.2 Koperasi Dalam Pasar Persaingan Sempurna
Yaitu
pasar dimana dalam suatu industri terdapat sangat banyak penjual maupun pembeli
dan produk yang diperdagangkan bersifat homogen.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
a. Perusahaan
hanya bertindak sebagai pengambil harga (price taker)
b. Perusahaan
mudah keluar masuk industri.
c. Produk
yang dihasilkan semua perusahaan bersifat homogen.
d. Terdapat
banyak perusahaan di pasar.
e. Pembeli
memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai pasar.
Dalam
struktur pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh keseimbangan
permintaan (demand) dengan penawaran (supply). Oleh sebab itu, perusahaan yang bersaingan dalam pasar persaingan
sempurna disebut sebagai penerima atau pengambil harga (price taker). Jadi,
apabila koperasi menjual produknya ke pasar yang mempunyai struktur bersaing
sempurna, maka koperasi hanya dapat mengikuti harga pasar sebagai harga jual
produknya. Dia tidak akan dapat mempengaruhi harga, walaupun seluruh produk
anggotanya dikumpul dan dijual melalui koperasi.
Gambar
Kurva Pasar Persaingan Sempurna :
Permintaan
ditulis sebagai berikut
H1 =
AR = MR = M1
Dengan demikian, Nilai Produk Total
atau nilai Penerimaan (Total Revenue = TR) yang
diperoleh koperasi dalam pasar persaingan sempurna adalah :
TR = H1Q
Dimana
Q adalah jumlah produk kopi bubuk yang ditawarkan dan H1 adalah
harga satuan pasar.
Dari
rumusan struktur pasar di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
:
a. Total penerimaan
koperasi hanya ditentukan oleh jumlah produk yang dijual, karena harga adalah
konstan.
b. Harga
pasar tidak dapat dikendalikan oleh koperasi ataupun pengusaha lain secara
perorangan.
c. Perubahan
harga pasar hanya terjadi karena adanya perubahan pada kurva permintaan pasar
ataupun pada kurva penawaran pasar ataupun karena perubahan keduanya.
Oleh
sebab itu, persaingan “harga” tidak cocok diterapkan oleh pelaku bisnis
termasuk koperasi di pasar persaingan sempurna. Untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar, maka koperasi harus mampu bersaing dalam hal biaya. Menurut
konsepsi koperasi, biaya produksi akan dapat diminumkan berdasarkan skala
ekonomi (economies of scale), baik sebagai koperasi produsen maupun konsumen.
3.3 Koperasi Dalam Pasar Monopoli
Pasar
monopoli adalah bentuk dari organisasi pasar, dimana hanya ada satu perusahaan
atau penjual suatu produk di pasar yang bersangkutan. Adapun ciri-cirinya
adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan
penjual atau yang menghasilkan produk hanya satu.
b. Tidak
ada produk substitusinya, artinya tidak dapat digantikan penggunaannya oleh
produk lain.
c. Konsumen
produk yang monopoli adalah banyak, sehingga yang bersaing dalam pasar produk
tersebut adalah konsumen, sedangkan pengusahanya bebas dari persaingan.
d. Memasuki
industri yang menghasilkan produk monopoli baik secara legal maupun alamiah
adalah sangat sulit bahkan tidak mungkin.
Dari
sudut cakupan, monopoli ada yang bersifat lokal, regional dan nasional.
Misalnya yang bersfifat lokal, KUD sebagai penyalur tunggal Kredit Usaha Tani
(KUT) dan pupuk. Dan yang bersifat regional (Kabupaten & Propinsi) dapat
dilihat dalam penyediaan air minum bersih dimana dimonopoli oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Sedangkan yang bersifat nasional adalah monopoli di
bidang pelayanan pos, telepon, telegram, dan listrik.
Berdasarkan
ciri-ciri tersebut di atas, nampaknya agak sulit bagi koperasi untuk menjadi
pelaku monopoli di masa yang akan datang baik dalam cakupan lokal, regional dan
nasional. Dengan titik pandang dari prospek bisnis dimasa yang akan datang,
struktur pasar monopoli tidak akan banyak memberi harapan bagi koperasi. Selain
adanya tuntutan lingkungan untuk menghapus yang bersifat monopoli, pasar yang
dihadapi akan semakin terbuka untuk persaingan.
Daftar Pustaka :
Sitio, Arifin
dan Tamba, Halomoan.2001.Koperasi Teori
dan Praktik.Jakarta.PT Penerbit Erlangga